Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Pakar UGM: WFH Banyak Efisien Waktu dan Bahan Bakar

Kompas.com - 05/01/2023, 19:46 WIB
Dian Ihsan

Penulis

KOMPAS.com - Belum lama ini viral di media sosial (medsos) sebuah petisi kembalikan Work From Home (WFH) di Jakarta.

WFO membuat macet menjadi salah satu hal yang disorot dalam petisi tersebut. Kondisi itu memengaruhi para pekerja menjadi stres dan berdampak pada performa kerja yang kurang optimal.

Baca juga: 9 Pekerjaan Freelance buat Mahasiswa, Gaji Bisa di Atas Rp 7 Juta

Pengamat Tata Rancang Kota sekaligus Ketua Pusat Studi Transportasi (Pustral) UGM, Ikaputra menanggapi persoalan petisi WFH.

Menurut dia, petisi yang disampaikan ini cukup logis. Terlebih melihat dari pengalaman saat pandemi Covid-19 banyak pihak terutama pekerja kantoran yang merasakan sejumlah manfaat dengan sistem kerja secara WFH.

Mulai dari efisiensi waktu, penghematan bahan bakar, menekan emisi gas dan polusi akibat penggunaan kendaraan menuju tempat kerja, dan lainnya.

Ikaputra mengatakan, jauh sebelum pandemi Covid-19 sebenarnya sudah dikenalkan teknologi komunikasi secara online, namun masih jarang digunakan untuk mendukung proses kerja.

Hingga adanya pandemi memaksa sebagian besar orang menggunakannya untuk mendukung kerja dari rumah. Dari situasi tersebut muncul pemahaman tentang keuntungan penggunaan teknologi komunikasi secara online ini untuk para pekerja.

"Namun, juga perlu dipahami ada banyak sektor termasuk transportasi yang tidak bergerak dan tidak produktif terutama yang bekerjanya harus bertatap muka dan memanfaatkan mobilitas, bukan kantoran. Ketika tidak bergerak, di rumah saja, ada banyak orang yang tidak mendapatkan penghasilan," ucap dia dalam keterangannya dikutip Kamis (5/1/2023).

Dosen pada Departemen Teknik Arsitektur dan Perencanaan Fakultas Teknik UGM ini menyampaikan, persoalan yang sebenarnya bukanlah pada kebijakan WFH atau WFO.

Namun, lebih ke arah bagaimana menggunakan sistem komunikasi yang memudahkan orang-orang berkegiatan dalam berbagai aspek kehidupan.

"Bukan WFH atau WFO tapi pengelolaan tentang komunikasi online atau offline ini yang lebih penting, semuanya harus jadi opsi," tegas dia.

Baca juga: Dua Sekolah Kedinasan Tanpa Syarat Tinggi Badan, Siap-siap Daftar 2023

Lalu, terkait kemacetan di Ibu Kota karena kembalinya sistem kerja dengan WFO, Ikaputra mengatakan hal tersebut bisa ditekan apabila masyarakat memiliki kesadaran dan kemauan untuk memanfaatkan transportasi publik sebagai wahana transportasi menuju tempat kerja ataupun menjalani aktivitas lainnya.

Namun, sampai saat ini masih banyak masyarakat di Jakarta yang memilih menggunakan kendaraan pribadi sebagai alat mobilitas sehari-hari daripada memakai transportasi publik.

"Untuk itu penting membangun mindset dan budaya memahami keuntungan menggunakan transportasi publik itu banyak manfaatnya," ujar dia.

Ikaputra melihat bahwa persoalan transportasi di Jakarta adalah pada layanan dan jumlah penduduknya. Namun, Jakarta terus berbenah untuk mewujudkan transportasi publik yang lebih baik dengan penambahan dan perbaikan berbagai fasilitas.

Seperti yang belum lama dilakukan, pemerintah telah meresmikan Stasiun Manggarai menjadi stasiun sentral dan terbesar di Indonesia. Pengembangan Stasiun Manggarai ini akan meningkatkan kapasitas jumlah penumpang yang transit di sana.

"Lima tahun lalu ada sekitar 800 ribu orang per harinya yang berpindah melalui stasiun ini dan sekarang ada sekitar 1,1 juta-an orang per hari. Orang yang berpindah lebih banyak, artinya kan semakin banyak yang menggunakan, ada perbaikan layanan jadi semakin baik," jelas dia.

Apabila kebijakan WFH kembali diterapkan, Ikaputra menyebutkan akan menghambat bahkan menghentikan kerja transportasi publik.

Baca juga: 18 Perguruan Tinggi Punya Jurusan Ilmu Hukum dengan Akreditasi Unggul

"Perputaran ekonomi di sektor transportasi akan berhenti, perputaran ekonomi hanya terjadi di kantor saja. Ini yang harus dipahami juga," tukas dia.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com