Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Maman Fathurrohman, Ph.D
Dosen PNS di Universitas Sultan Ageng Tirtayasa

Maman Fathurrohman, Ph.D adalah Dosen PNS di Universitas Sultan Ageng Tirtayasa. Memperoleh gelar Doctor of Philosophy dari University of Wollongong, Australia

Tidak Tepat Melarang Siswa Pakai Gawai di Sekolah dan Rumah

Kompas.com - 04/01/2023, 17:52 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

PPKM (Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat) telah dicabut oleh Presiden Joko Widodo akhir tahun 2022.

Memang tidak bermakna Pandemi Covid-19 telah berakhir, tetapi memberi euforia bahwa kehidupan akan kembali normal. Termasuk pada dunia pendidikan, kegiatan tatap muka di berbagai kelas dan sekolah akan kembali seperti sebelumnya.

Pada saat pandemi, banyak siswa dan guru aktif menggunakan gawai (gadget) untuk mendukung pembelajaran.

Penulis melihat ada gejala di mana berbagai sekolah mulai melarang siswa menggunakan gawai dengan alasan klasik sebelum pandemi, bahwa benda-benda tersebut dapat mengganggu proses pembelajaran.

Beberapa observasi juga menunjukkan bahwa dengan dilaksanakannya pembelajaran tatap muka saat ini, yang terjadi adalah siswa dilarang, atau setidaknya dibatasi menggunakan gawai.

Bahkan pada beberapa sekolah tertentu, seperti pada sejumlah video yang sempat viral, ada oknum guru yang sengaja merusak gawai (smartphone) siswa karena benda tersebut dibawa dan digunakan di sekolah.

Memang ada sejumlah pro dan kontra terkait penggunaan gawai di sekolah oleh siswa. Namun membawa lingkungan kembali pada kondisi dahulu sebelum pandemi, di mana siswa berjarak dengan gawai, dan berbagai bentuk teknologi lainnya di sekolah tampaknya adalah kemunduran karena lingkungan ekosistem kehidupan digital memang telah berubah.

Penggunaan gawai di sekolah seharusnya merupakan bagian dari upaya digitalisasi dan pemerataan pendidikan (Kompas, 12 Agustus 2022).

Namun tampaknya hal tersebut sulit terwujud jika hanya para guru, dan bukan siswa yang jumlahnya lebih banyak dari guru di sekolah, yang menggunakan gawai.

Gawai sebagai perangkat elektronik kecil dengan fungsi khusus tertentu banyak membantu mengatasi keterbatasan alami penggunanya.

Penulis pernah menjadi narasumber acara webinar tentang pembelajaran jarak jauh dengan peserta adalah para guru dan pengurus pondok pesantren.

Salah satu pertanyaan peserta ketika itu adalah bagaimana menyelenggarakan pembelajaran jarak jauh, karena siswa di pondok pesantren tersebut dilarang menggunakan handphone, internet, dan teknologi lainnya.

Pondok pesantren tersebut, setelah ditelusuri berlokasi di Pulau Jawa, yang secara infrastruktur dan fasilitas mestinya lokasinya memadai untuk menggunakan listrik, internet, dan perangkat teknologi.

Dapat terbayang bahwa para siswa setelah lulus nanti mungkin akan kuat dalam hafalan, tetapi berpotensi terjadi perbenturan budaya (crash of culture) setelah mereka kembali ke masyarakat dengan dinamika kehidupan, termasuk teknologi yang terus berkembang.

Pada akhir sesi tanya jawab, ada klarifikasi dari pimpinan pusatnya bahwa sudah ada perubahan kebijakan dengan diperbolehkannya penggunaan gawai di pondok pesantren.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com