PADA suatu ujian lisan mata kuliah Professional English akhir tahun kemarin, saya melempar pertanyaan-pertanyaan percakapan dasar pada mahasiswa menggunakan Bahasa inggris.
Pertanyaan-pertanyaan dasar saja untuk mendapatkan pandangan kemampuannya berbicara dalam Bahasa Inggris.
Seorang mahasiswi, sebut saja D mendapatkan pertanyaan dari saya, "Why you choose communication for this bachelor degree?"
Mahasiswi tersebut menjawab "Because my teacher told, I'm bad in accounting. I was graduating from vocational high school majoring accounting".
Saya menjawab, kenapa mendengarkan justifikasi dari gurunya? Akuntansi adalah skill yang spesifik, dia sudah punya bekal dasar.
Respons yang tidak saya duga adalah mahasiswi tersebut mbrebes mili, tidak lama kemudian air matanya jatuh. "Maaf, bu, saya terharu ada yang tanya seperti itu," ucapnya.
Hal ini bukan pertama kali terjadi. Dalam beberapa kesempatan dalam mengidentifikasi kemampuan penalaran mahasiswa yang seringkali kurang optimal.
Bila dirunut adalah bagaimana cara belajar dalam pendidikan dasar dan menengah yang sangat berorientasi pada guru.
Tidak dipungkiri, warisan pengajaran yang berorientasi pada guru masih mengakar dalam menuntut pelajar untuk tumbuh dalam keseragaman standar yang memprihatinkan.
Yang kadang kita lupa sebagai orang dewasa, masa-masa anak dan remaja menjadi periode pembentuk memori awal yang terpatri sepanjang kita hidup sebagai manusia.
Tulis komentarmu dengan tagar #JernihBerkomentar dan menangkan e-voucher untuk 90 pemenang!
Syarat & KetentuanPeriksa kembali dan lengkapi data dirimu.
Data dirimu akan digunakan untuk verifikasi akun ketika kamu membutuhkan bantuan atau ketika ditemukan aktivitas tidak biasa pada akunmu.
Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.