Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Menengok Pembelajaran di Sekolah-Sekolah Perbatasan Dua Negara

Kompas.com - 28/12/2022, 10:57 WIB
Ayunda Pininta Kasih

Penulis

Hal ini bukan hanya terjadi pada sekolah di Papua yang berbatasan dengan negara PNG, tetapi juga terjadi di sekolah yang ada di Kalimantan Barat, Kalimantan Utara ataupun Nusa Tenggara Timur (NTT)) yang berbatasan dengan Timor Leste.

Baca juga: Kisah Guru Nofri, Rela Tempuh 40 Jam Perjalanan demi Berbagi Ilmu

Kasus SD Mosso

Ada yang menarik dari fenomena dan latar belakang siswa di SDN Mosso Papua.

Seperti disampaikan Bapak Stepanus Mandowen Kepala SDN Mosso bahwa dari jumlah siswa sebanyak 74 orang, lebih dari 40 persen atau sebanyak 34 orang berasal dari orang tuanya yang berjodoh atau melakukan perkawinan silang dengan warga Papua Nugini.

Oleh karena orangtuanya berlabel "dwi kewarganegaraan", frekuensi kunjungan lintas negara ke PNG sering dilakukan.

Ketika orangtuanya pergi ke PNG, anaknya ikut pula mendampingi orangtuanya. Hal tersebut menjadikan anak anak bolos sekolah karena mengikuti orangtuanya mengolah kebun di Papua Nugini.

Jadi, ketidakhadiran siswa di sekolah ini cukup tinggi, karena banyak anak yang ikut membantu orang tua ke ladang atau berkebun di luar negeri dan melewati perbatasan antar negara.

Hal yang sama juga diutarakan bapak Hans Wapofoal, Ketua Komite Sekolah SDN Mosso.

Baca juga: Kisah Guru Betty, Raih Penghargaan Internasional karena Empati Tinggi

Ia masih pengantin anyar, karena baru saja mempersunting gadis cantik jangkung hitam legam warga Papua Nugini. Istri sebelumnya telah meninggal dunia.

Menurutnya, kampung Mosso Papua memiliki sejarah panjang tersendiri yang dipengaruhi oleh pergolakan politik lokal yang memaksa warga etnis Mosso suku Nyao harus meninggalkan kampung halaman selama hampir tiga dekade.

Jadi, warga kami sering warawiri ke Papua Nugini karena mereka punya tanah Adat di sana. Tanah adat ini didapat dari nenek moyang suku mereka, yang menang perang suku.

Tanah adat tersebut berupa kebun dengan aneka tanaman yang diperoleh mereka jauh sebelum batas negara Indonesia dan Papua Nugini terbentuk.

Dampaknya, sering anak anak yang sekolah di sini terganggu, mereka ikut berminggu minggu bahkan selama hitungan bulan pergi ke ladang di Papua Nugini.

Kampung Mosso banyak ditinggalkan warga. Kampung Mossi bukan sebatas entitas administratif belaka, namun kampung Mosso juga erat dengan entitas Adat yang memiliki kepala adat disebut Ondoafi.

Kondisi masyarakat dan sosial budaya dari etnis suku Nyao Mosso ini mempengaruhi ritme belajar anak anaknya.

Orangtua pada umumnya tak memberi ruang yang cukup agar anak bisa belajar dengan baik.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com