Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Mengapa Masyarakat Miskin Suka Merokok? Ini Kata Pakar Unair

Kompas.com - 22/12/2022, 16:01 WIB
Sandra Desi Caesaria,
Albertus Adit

Tim Redaksi

KOMPAS.com - Kementerian Keuangan (Kemenkeu) menyebut masyarakat miskin mengeluarkan uang untuk membeli rokok lebih tinggi daripada protein atau beras.

Tingginya konsumsi rokok masyarakat miskin ini, juga sempat disinggung Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati saat mengatakan bahwa pengeluaran untuk rokok lebih tinggi dari bahan makanan.

Salah satu solusi agar peredaran rokok tidak melonjak, yakni menaikkan cukai rokok. Apakah solusi ini tepat? Mengapa masyarakat miskin suka merokok

Baca juga: Dosen FK Unair: Bayi Laki-laki Prematur Berisiko Alami Kemandulan

Pakar sosiologi ekonomi Universitas Airlangga (Unair) Prof. Bagong Suyanto angkat bicara. Ada alasan mengapa rokok sangat digemari masyarakat miskin. 

Prof. Bagong menyebutkan, fenomena ini sebenarnya telah menjadi keprihatinan sejak lama.

"Memang menjadi masalah yang sering dikeluhkan, dimana uang yang seharusnya bisa untuk kebutuhan positif lain seperti memenuhi kebutuhan gizi keluarga, justru dialokasikan untuk membeli rokok,” ucap Prof. Bagong yang juga Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (FISIP), dilansir dari laman Unair.

Bagong mengungkapkan, rokok dan kemiskinan memiliki hubungan yang erat.

Baca juga: 21 PTN Punya Kuota Seleksi Mandiri sampai 50 Persen, Cek Mana Saja

Dalam keluarga miskin, biasanya telah terjadi proses pembelajaran tentang budaya merokok.

Akhirnya, pembelajaran ini menjadi kebiasaan yang didukung juga oleh zat-zat adiktif dalam kandungan rokok.

“Bahkan tingkatannya bisa makin berat, tidak hanya rokok putih namun akhirnya bisa meningkat pada rokok kretek,” jelas Prof. Bagong.

Kebijakan kenaikan harga rokok

Meski bukan dianggap sebagai solusi yang dapat menuntaskan masalah oleh Prof. Bagong, kebijakan yang menyebabkan naiknya harga rokok disebutkan sebagai salah satu keputusan yang baik.

“Karena akan membuat masyarakat miskin utamanya, berpikir ulang memanfaatkan uang pembelian rokok untuk kepentingan yang lebih positif,” sebutnya.

Perokok pada kalangan miskin kemungkinan mencari pengganti aktivitas selain merokok. Namun, guru besar bidang sosiologi ekonomi itu menyebutkan bahwa kebijakan ini harus dapat dimanfaatkan sebagai momentum untuk berhenti merokok.

Dosen senior FISIP Unair itu menyebutkan, inti dari permasalahan sebenarnya berfokus pada cara mengubah perspektif masyarakat miskin terhadap aktivitas merokok. Selama ini, rokok sudah terkonstruksi sebagai sebuah kebiasaan, sehingga sulit dihilangkan.

Baca juga: Profesor Unair: Jasad Manusia Dibuat Kompos, Timbulkan Banyak Penyakit

“Perlu diberikan pemahaman yang lebih baik tentang bahaya yang ditanggung keluarga bila orang tua meneruskan kebiasaan merokoknya. Memang diperlukan berbagai upaya untuk menyadarkan,” sebut Prof. Bagong.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com