Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Mengenal Tradisi Pingitan bagi Calon Pengantin, Apa Tujuannya?

Kompas.com - 02/12/2022, 07:21 WIB
Mahar Prastiwi,
Dian Ihsan

Tim Redaksi

KOMPAS.com - Sesuai tradisi Jawa yang sudah ada sejak zaman dulu, calon pengantin sebelum melangsungkan pernikahan akan menjalani pingitan.

Tradisi pingitan ini pula yang dijalani Kaesang dan Erina Gudono yang akan melangsung pernikahan pada 10 Desember 2022.

Di era modern seperti saat ini, tidak ada salahnya untuk mengetahui apa sebenarnya tradisi pingitan yang biasa dilakukan calon pengantin.

Melansir dari repository Universitas Islam Negeri Jakarta, tradisi pra-nikah yang disebut pingitan pengantin perkawinan adat Jawa adalah sebuah tradisi dimana perempuan atau calon pengantin dilarang berpergian, keluar rumah ataupun bertemu calon suami dari waktu yang ditentukan sampai akad nikah berlangsung.

Baca juga: 5 Kota Pelajar Terbaik di Asia Tenggara, Ada Bandung

Tujuan tradisi pingitan

Tradisi ini masih dilakukan para calon pengantin dengan tujuan untuk menghindari marabahaya.

Tradisi ini menjadi pro kontra di kalangan masyarakatnya. Sebagian masyarakat masih memegang tradisi ini dan sebagian masyarakat menganggap sudah tidak relevan untuk diterapkan di zaman sekarang.

Karena tradisi pingitan ini sudah ada sejak dulu dan dilakukan turun temurun, salah satu pahlawan dari tanah Jawa, Raden Ayu Kartini juga sempat menjalani tradisi ini.

Kisah RA Kartini menjalani tradisi pingitan ini diceritakan di laman Museum Kebangkitan Nasional Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi (Kemendikbud Ristek).

Saat berusia 13 tahun, RA Kartini dipaksa tunduk pada aturan adat yang mengharuskannya dipingit sampai datangnya lamaran dari seorang pria.

Baca juga: SNPMB 2023: Ketahui Materi Tes dan Jadwal SNBT

Masa pingitan bagi Kartini adalah masa kesunyian

Kartini muda yang dikenal sebagai pribadi yang lincah yang periang terpaksa berhenti. Sikap dan tingkah lakunya harus mencerminkan puteri bangsawan sejati yang berbicara dengan suara halus dan lirih, berjalan setapak demi setapak.

Kartini juga harus menundukkan kepala jika anggota keluarga yang lebih tua lewat, serta masih banyak lagi aturan-aturan adat yang harus dipelajari dan dipatuhi.

Bagi RA Kartini, masa pingitan menjadi masa yang penuh dengan kesedihan dan kesunyian. Karena tidak ada yang mendukung gagasannya dalam membela kaum perempuan.

Selama menjalani masa pingitan, Kartini sadar menangisi nasib tidak akan menyelesaikan masalah, yang diperlukan sekarang adalah berusaha dan berjuang.

Baca juga: SNPMB 2023: Biaya Kuliah Jalur Mandiri Sama dengan Jalur SNBP dan SNBT

Manfaatkan masa pingitan dengan membaca

Kartini memanfaatkan ruang pingitan untuk memuaskan kegemarannya membaca. Buku, surat kabar, atau majalah dengan beragam tema dibacanya. Kartini mampu menyeleksi dan mengkritik buku-buku yang dibacanya.

Membaca dan membuat catatan menjadi rutinitas yang membuat Kartini terus bersemangat mewujudkan impian lahirnya persamaan hak dan derajat antara laki-laki dan perempuan.

Halaman:


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com