Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Pakar Unpad Bicara Soal Tragedi Stadion Kanjuruhan

Kompas.com - 04/10/2022, 13:30 WIB
Dian Ihsan

Penulis

KOMPAS.com - Insiden kerusuhan di Stadion Kanjuruhan, Malang, Sabtu (1/10/2022) malam, menjadi tragedi kelam dalam perkembangan sepak bola di Indonesia maupun dunia. Tanggung jawab dan usut tuntas mengenai tragedi tersebut sangat diperlukan.

Selain itu, evaluasi terhadap penyelenggaraan sepak bola di tanah air juga wajib dilakukan.

Baca juga: Gas Air Mata di Stadion Kanjuruhan, Dosen UM Surabaya: Salahi Aturan

Di balik tragedi kerusuhan tersebut, suporter menjadi organ yang tidak terpisahkan dalam dunia sepak bola.

Menurut Dosen Departemen Sosiologi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Padjadjaran (Unpad) Dr. Hery Wibowo, menjadi suporter suatu klub sepakbola merupakan identitas sosial yang membanggakan dan mampu meningkatkan citra diri.

"Ini adalah identitas sosial yang mampu meningkatkan status atau harga diri pada konteks kehidupan bermasyarakat. Dari anggota masyarakat yang 'bukan siapa-siapa', seseorang merasa menjadi 'seseorang atau warga negara berstatus menengah' dengan menjadi supporter aktif (fanbase) dari klub tertentu," ucap dia dalam keterangannya, Selasa (4/10/2022).

Karena itu, militansi suporter sangat terlihat ketika klub idolanya akan bertanding.

Apalagi saat ini pertandingan sepak bola kembali diperbolehkan untuk ditonton secara langsung di dalam stadion.

Kondisi ini juga terlihat dari membludaknya penonton laga Arema FC vs Persebaya di Stadion Kanjuruhan yang konon melebihi jumlah tiket yang dicetak.

Lanjut Ketua Program Studi Sarjana Sosiologi FISIP Unpad ini menjelaskan, keberadaan suporter di stadion memiliki dinamika tersendiri.

Baca juga: Punya 400 Anggota Tim Bayangan, Pengamat: Nadiem Tak Percaya ASN Kemendikbud

Salah satu hal yang perlu diperhatikan adalah potensi menghasilkan perilaku "Crowd" (Crowd Behavior).

Perilaku ini merupakan fenomena ketika sejumlah orang yang berkumpul dalam suatu kerumunan khusus akan berpotensi menghasilkan perilaku yang tidak akan terjadi pada situasi normal.

Fenomena ini merupakan perilaku individu yang memicu perilaku kolektif.

Seseorang dalam menghasilkan crowd behavior akan memiliki keberanian semu yang mampu memicu keberanian kolektif lainnya.

Seorang individu akan merasa sangat berani dan kuat, merasa benar, dan tanpa ragu melakukan suatu tindakan.

"Seorang individu dalam crowd akan cenderung merasa 'berkali-kali lipat lebih berani' dalam melakukan sesuatu yang ada dipikirannya, ia akan tidak ragu-ragu dalam melakukan niatannya. Hal dapat terjadi karena ia merasa akan didukung oleh kelompoknya dalam segala Tindakan yang dilakukannya," ucap Hery.

Halaman:


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com