Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Konten Prank KDRT Baim Wong-Paula, Akademisi: Tidak Punya Empati

Kompas.com - 03/10/2022, 18:44 WIB
Mahar Prastiwi,
Ayunda Pininta Kasih

Tim Redaksi

KOMPAS.com - Pasangan selebritas Baim Wong dan Paula Verhoeven saat ini tengah menjadi sorotan usai membuat konten prank Kekerasan dalam Rumah Tangga (KDRT). Konten prank KDRT ini dilakukan keduanya di Polsek Kebayoran Lama.

Meski saat ini konten tersebut sudah dihapus, namun video tersebut sudah viral dan mendapat banyak komentar negatif dari netizen.

Terlebih konten prank KDRT tersebut dibuat di saat kasus KDRT menimpa pasangan selebritas lainnya.

Hal tersebut turut menarik perhatian dosen Universitas Muhammadiyah Surabaya (UM Surabaya) Radius Setiyawan.

Baca juga: Intip 7 Profesi Paling Banyak Dicari di 2025, Ada Apa Saja?

Konten prank KDRT adalah urusan serius

Radius mengungkapkan, prank saat ini sudah menjadi hal yang tidak baru di Indonesia.

Para YouTuber sering membuat konten dengan menggunakan prank sebagai cara untuk meningkatkan jumlah penonton. Meski terkadang konten prank yang dibuat telah menghilangkan sisi manusiawi.

Dia menilai, konten prank KDRT yang dilakukan pasangan tersebut adalah urusan serius.

KDRT bukan candaan yang bisa dinormalisasi.

"Selain tidak punya empati pada korban, menjadikan kasus KDRT sebagai candaan juga berpotensi melanggengkan budaya kekerasan," terang Radius seperti dikutip dari laman Senin (3/10/2022).

Baca juga: Erick Thohir Sebut 9 Pekerjaan Bakal Hilang di 2030, Ada Pekerjaanmu?

KDRT bukan bahan candaan

Radius mengungkapkan, meski awalnya konten yang dibuat bertujuan menciptakan kondisi agar tidak panik atau tegang di tengah viralnya kasus KDRT yang menimpa public figure.

Tetapi hal tersebut akan terasa menjengkelkan ketika semua yang diucapkan tidak benar.

"Menjadikan proses pelaporan kasus KDRT sebagai konten prank, selain tidak berempati dan menghargai korban juga berpotensi membuat korban terkena menyalahkan korban (victim blaming)," papar Radius.

Baca juga: 3 Kota Pelajar Terbaik di Indonesia Versi QS, Ada Mana Saja?

Radius menegaskan, hal yang paling ditakutkan jika KDRT dinormalisasi adalah ketika seseorang melapor dan serius mengalami KDRT malah tidak dipercaya karena terlalu sering dibuat bahan candaan.

Ia mengajak berhenti untuk menjadikan KDRT sebagai bahan candaan.

Sudah waktunya pemerintah bersama masyarakat mencanangkan zero tolerance terhadap kekerasan.

"Artinya tidak ada toleransi sekecil apapun terhadap tindakan kekerasan terhadap perempuan, baik dalam keluarga masyarakat dan negara," pungkas Radius.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com