Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Kompas.com - 28/09/2022, 15:35 WIB
Dian Ihsan

Penulis

KOMPAS.com - Kesenian membatik merupakan warisan nenek moyang bangsa Indonesia yang sudah ada sejak masa kerajaan Majapahit silam.

Batik akhirnya diakui sebagai warisan kemanusiaan untuk budaya lisan, dan non-bendawi (Masterpieces of the Oral and Intangible Heritage of Humanity) oleh badan PBB urusan kebudayaan, yaitu United Nations Educational, Scientific and Cultural Organization (UNESCO) pada 2 Oktober 2009.

Semenjak itu, pemerintah menerbitkan Kepres No. 33 tahun 2009 untuk menetapkan Hari Batik Nasional yang diperingati setiap tanggal 2 Oktober.

Baca juga: Punya 400 Anggota Tim Bayangan, Pengamat: Nadiem Tak Percaya ASN Kemendikbud

Penetapan Hari Batik Nasional ini diharapkan dapat meningkatkan kesadaran masyarakat terhadap warisan budaya nenek moyang bangsa ini.

Dengan memperingatinya setiap tahun, juga merupakan salah satu upaya perlindungan, dan pengembangan kesenian batik.

Meski begitu, industri batik tulis sedang dibuat was-was akan adanya proses regenerasi pengrajin muda yang terhambat.

Banyak anak muda yang enggan untuk meneruskan karier turun-temurun keluarganya sebagai pengrajin batik tulis di desa.

Tidak sedikit dari mereka yang lebih memilih untuk mencoba peruntungan dengan merantau ke kota-kota besar untuk mendapatkan karier.

Meski sering dianggap ketinggalan zaman, dan kuno, para pelaku bisnis batik tulis sedang gencar-gencarnya membersihkan image batik tulis dari anggapan tersebut.

Melihat permasalahan ini, salah satu Founder dari Batik Wolter, Abel angkat bicara. Batik Wolter merupakan salah satu perusahaan batik tulis di Jakarta.

Menurut dia, lambatnya generasi pengrajin batik khususnya di Pekalongan yang membuat permintaan pasar akan batik tulis menurun.

Baca juga: Sosok Alvin, Sarjana Terbaik ITS dengan IPK 3,96

"Kita harus regenerasi dua sisi, tidak cuma dari sisi pengrajin atau supply aja, tapi kita juga harus naikin demand. Kalau demand banyak, supply juga pasti ngikut," ungkap dia dalam keterangannya.

Salah satu cara menaikkan brand batik lebih tinggi ke pasar agar tidak punah, yakni dengan cara mengedukasi lewat platform media sosial (medsos).

Kini, lihat saja Batik Wolter sudah memiliki 134 ribu pengikut di Instagram. Tujuannya, agar tidak ditinggal oleh konsumen batik tulis.

"Untuk konten-konten edukasi kita buat seseru mungkin, supaya gampang dicerna. Selain itu kita juga jumping on the trend supaya tetap relevan. Terutama dimata anak muda yang mungkin selama ini gak tertarik pakai batik, supaya tertarik dan mulai pakai batik," jelas dia.

Bermain di industri yang terbilang cukup tradisional membuat Batik Wolter harus terus memutar otak dan kerap berinovasi, tanpa merusak inti ataupun seni dari kerajinan ini.

Yakni, dengan meluncurkan motif-motif kontemporer, seperti motif naga, harimau, ikan hias.

Tidak hanya bermain dengan motif, Batik Wolter juga perlahan mendekatkan diri ke generasi yang lebih muda dengan pemilihan warna batik yang lebih berani juga kekinian, seperti khaki, royal blue, tosca, dan warna-warna lain yang tergolong baru dalam dunia perbatikkan.

Baca juga: Dosen UM Surabaya: 3 Makanan dan Minuman yang Membuat Ginjal Rusak

Dengan pendekatan yang lebih personal dan relevan bagi generasi muda, risiko yang diambil pun akhirnya membuahkan hasil yang lebih baik.

Sehinga menjadikan batik tulis dari Wolter ini menjadi salah satu top of mind brand batik tulis Nusantara.

5 motif batik

Dilansir dari laman Direktorat SMP Kemendikbud Ristek, setidaknya ada 5 motif batik yang cukup populer di Indonesia, yakni:

1. Motif Batik Kawung

Ciri khas dari motif batik kawung adalah bentuknya yang seperti irisan buah kawung atau kolang-kaling. Motif kawung membawa makna kesucian dan panjang umur.

Dulunya batik kawung hanya digunakan oleh kalangan tertentu saja, atau biasanya diperuntukkan bagi sentana dalem atau orang-orang yang memiliki hubungan keluarga Raja.

Baca juga: Menteri Nadiem Dapat Apresiasi di PBB, tetapi Belum di Negeri Sendiri

2. Motif Batik Parang

Motif batik parang merupakan motif khas Jawa yang paling populer. Ciri khas motif batik ini adalah bentuk diagonal yang tegas.

Sekilas, susunan motif batik parang menyerupai huruf S atau ombak laut yang saling berkaitan tidak terputus. Konon, motif batik parang telah eksis sejak masa Mataram Islam.

3. Motif Batik Sidomukti

Motif batik sidomukti berasal dari Solo, Jawa Tengah. Batik ini dibuat dengan zat pewarna soga (cokelat) alami.

Bentuk motifnya meliputi kombinasi antara beragam ornamen yang rumit, seperti bunga dan kupu-kupu.

Secara filosofi, motif batik sidomukti memiliki makna kemakmuran dan kesejahteraan. Umumnya motif batik sidomukti dikenakan pada upacara adat.

Baca juga: Menteri Nadiem Buka Suara Terkait 400 Anggota Tim Bayangan

4. Motif Batik Megamendung

Salah satu motif batik khas Cirebon yang populer adalah motif megamendung. Nama megamendung sendiri berarti awan sejuk.

Konon inspirasi motif batik ini adalah bentuk awan pada genangan air hujan dan cuaca mendung.

Kekhasan motif megamendung adalah pola garis awan dengan bentuk yang agak lonjong. Komposisi warna dasar motif ini adalah merah dan biru yang menggunakan tujuh gradasi warna.

5. Motif Batik Simbut

Batik simbut memiliki motif berbentuk menyerupai bentuk daun talas.

Motif batik simbut merupakan salah satu motif khas dari Banten, yang awalnya diciptakan oleh suku Baduy. Namun seiring berjalannya waktu motif batik simbut kian menyebar ke seluruh penjuru Banten.

Baca juga: Pengamat: 400 Anggota Tim Bayangan Nadiem Berpotensi Langgar UU dan Regulasi

Ciri khas motif batik khas Banten ini adalah warnanya yang cenderung cerah, namun tetap tidak mencolok. Garis yang digunakan dalam motif batik simbut cenderung tebal dan berukuran besar.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com