Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Anak Kecanduan Konten Pornografi? Ini 3 Dampak Buruknya

Kompas.com - 16/08/2022, 23:24 WIB
Dian Ihsan

Penulis

KOMPAS.com - Konten pornografi mudah diakses lewat internet, sehingga menjadi ancaman bila anak-anak mengonsumsinya.

Maka dari itu, orangtua harus lebih waspada dan mengawasi anak-anak bila sedang aktif menggunakan gawai (handphone).

Baca juga: Mahasiswa Lakukan Perpeloncoan, Rektor Undip: Saya Langsung Drop Out

Dosen Fakultas Ilmu Kesehatan (FIK) UM Surabaya, Uswatun Hasanah menyatakan, beberapa studi telah menunjukkan berbagai dampak buruk konten pornografi, mulai dari kecanduan, kerusakan otak, hingga gangguan mental.

Dampak kecanduan, kata dia, berawal dari faktor ketidaksengajaan yang kemudian memunculkan rasa penasaran.

"Dengan begitu bisa mendorong anak untuk mencoba dengan sengaja," kata dia melansir laman UM Surabaya, Senin (16/8/2022).

Menurut Uswatun, pada tahap coba-coba ini anak merasakan sensasi yang menyenangkan, sehingga ingin menyaksikan konten pornografi secara berulang yang akhirnya menyebabkan kecanduan.

Tujuannya, kata dia, hanya satu yaitu untuk mendapatkan sensasi menyenangkan tersebut.

"Kecanduan ini akan berdampak pada kerusakan otak yang cukup serius. Pornografi merupakan bentuk adiksi yang tidak dapat diamati secara langsung dengan system indera namun dapat menimbulkan kerusakan otak yang permanen melebihi kencanduan narkoba," jelas dia.

Selanjutnya adalah kerusakan otak. Kerusakan otak yang diakibatkan konten pornografi erat kaitannya dengan kecanduan.

Baca juga: Ini 15 Perguruan Tinggi Terbaik Indonesia Versi Webometrics 2022

Kecanduan menciptakan perubahan kimia di otak, perubahan anatomi, dan patologis yang menghasilkan berbagai manifestasi disfungsi otak yang secara kolektif atau disebut sindrom hipofrontal.

"Bagian otak yang diserang saat anak kecanduan konten pornografi adalah Pre Frontal Korteks (PFC). PFC ini berfungsi sebagai pusat pengendali emosi, konsentrasi, pembeda antara baik dan buruk, pengendalian diri, berpikir kiritis, membentuk kepribadian dan perilaku sosial," ujarnya.

Uswatun menjelaskan, bagian otak ini juga yang berfungsi dalam proses berpikir dalam merencanakan masa depan seseorang.

"Sehingga, saat anak kehilangan fungsi PFC ini, maka anak dikatakan kehilangan "sistem rem" otak atau tidak mampu mengontrol pikiran dan perilakunya," ucap wanita yang juga menjadi spesialis keperawatan jiwa ini.

Dampak lain dari konten pornografi adalah perubahan perilaku.

Kerusakan pada PFC, sambung dia, tentunya memengaruhi perilaku anak. Perilaku yang umum ditunjukkan oleh anak yang kecanduan konten pornografi di antaranya:

  • Lebih senang menyendiri.
  • Mengurung diri di kamar.
  • Gugup dan menghindari kontak mata saat diajak komunikasi.
  • Malas beraktivitas.
  • Tidak mau bergaul dengan orang lain.
  • Tidak mau lepas dari gawai.
  • Cepat marah bahkan mengamuk jika aktivitasnya dengan gawai diganggu atau dibatasi.

Baca juga: Pelaksanaan Ospek, UB Jamin Tidak Ada Perpeloncoan ke Mahasiswa Baru

Terakhir adalah gangguan mental. Selain masalah mental yang akan dialami, seperti gangguan konsep diri, depresi, kecemasan sedang sampai berat, penyimpangan seksual, dan perilaku kekerasan.

Upaya jauhi anak dari konten pornografi

Uswatun menyebut, ada beberapa upaya yang dapat dilakukan orangtua maupun lingkungan sekitar, agar anak jauh dari konten pornografi, yakni:

  • Melakukan pengawasan ekstra.
  • Membekali anak dengan kasih sayang, ilmu agama, serta seks edukasi yang sesuai dengan tahap perkembangan.
  • Meletakkan komputer di ruang keluarga.
  • Memasang aplikasi pengaman pada gawai.
  • Melatih anak untuk mengakses internet dengan aman dan sehat.

Jika anak dan remaja terlanjur kecanduan konten pornografi, maka orangtua dapat melakukan pendampingan dan pengawasan untuk penghentian secara bertahap dengan didampingi oleh seseorang profesional.

Baca juga: Demam Berdarah Mematikan, Ini 3 Tips Hindarinya dari Dosen UM Surabaya

"Dan jika kecanduan konten pornografi sudah sampai menyebabkan kerusakan otak cukup serius, maka dapat dilakukan berbagai bentuk terapi yang dilakukan oleh tim profesional," tukas dia.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com