Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Gurgur Manurung
Tenaga Ahli Komisi VI DPR RI

Alumni Pasca Sarjana IPB Bogor bidang Pengelolaan Sumber Daya Alam dan Lingkungan

Kurikulum Merdeka dan Guru Merdeka

Kompas.com - 16/08/2022, 09:00 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

KINI guru ada yang sibuk Implementasi Kurikulum Merdeka (IKM), ada pula yang sibuk login untuk belajar, ada guru yang cuek, ada pula guru yang bingung tentang apa itu kurikulum merdeka.

Beberapa guru ikut pelatihan guru penggerak dan ada pula yang mempersiapkan sekolah penggerak.

Kita masih sedang belajar Kurikulum Tiga Belas (Kurtilas), tetapi tiba-tiba datang Kurikulum Merdeka. Padahal Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) juga belum sempat tuntas.

Apakah kurikulum merdeka sudah dipahami insan pendidikan? Andaikan dipahami, apakah realistis untuk dilaksanakan? Apakah kurikulum menjadi jawaban untuk anak Indonesia yang cerdas?

Sebelum kurikulum merdeka dimunculkan diskusi hangat di kalangan dunia pendidikan masih membahas kelebihan dan kekurangan antara KTSP dan Kurtilas.

Diskusi belum tuntas tiba-tiba ada kurikulum merdeka. Ibarat makan, nasi masih di leher sudah disuruh mengerjakan tugas lain yang harus dipahami.

Persoalan perubahan kurikulum memang tidak mudah karena akan ada perubahan buku dan pelatihan untuk memahami kurikulum baru.

Pertanyaan yang muncul adalah, ketika kita memahami dan mengikuti kurikulum merdeka, apakah sekolah dan guru dapat melaksanakan?

Persoalan pendidikan kita di sekolah dasar (SD) adalah siswa menggunakan guru kelas. Dampak dari guru kelas adalah siswa tidak dapat memahami mata pelajaran secara mendalam karena hanya satu guru yang mengajar.

Realitas di lapangan ada guru sarjana bahasa dan sastra Indonesia yang mengajar matematika dan IPA.

Bisa dibayangkan seorang guru bahasa dan sastra Indonesia yang sejak SD hingga sarjana mengelak mata pelajaran matematika, tetapi harus mengajar matematika. Sehingga ada guru marah-marah ke siswa kelas 5 dan kelas 6 karena tidak pandai matematika.

Mungkinkah siswa kelas 5 dan 6 SD cerdas matematika ketika diajarkan guru sarjana bahasa dan sastra Indonesia yang sejak kecil mengelak belajar matematika? Guru itu tidak menguasai matematika, tetapi mengajar matematika.

Persoalan di tingkat Sekolah Menengah Pertama (SMP) adalah guru IPA. Di SMP mata pelajaran Fisika diajarkan oleh guru sarjana Biologi.

Padahal sarjana Fisika belum tentu memahami Fisika dengan baik. Sarjana Biologi belum tentu memahami Biologi dengan baik.

Dalam konteks inilah ada kualitas pemahaman akan materi pelajaran. Jika sarjana Biologi belum tentu memahami Biologi dengan baik dan sarjana Fisika tidak memahami Fisika dengan baik, bagaimana pula jika sarjana Biologi mengajar Fisika? Bagaimana pula sarjana Fisika mengajar Biologi?

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com