KOMPAS.com - Jumlah perokok pada usia anak sekolah dan remaja semakin meningkat setiap tahunnya.
Padahal usia remaja merupakan masa transisi dan rentan bila merokok.
Baca juga: Sosok Michael Agung, Lulus Kuliah dari ITB dengan Nilai IPK 3,99
Menurut Dosen Prodi Teknologi Laboratorium Medis (TLM) UM Surabaya Vella Rohmayani, usia remaja memiliki rasa ingin tahu yang tinggi serta memiliki gejolak emosi.
Dengan begitu, bisa lebih mudah melakukan tindakan yang menyimpang dari aturan maupun norma sosial di kalangan masyarakat, salah satunya perilaku merokok.
Dia menyebut, beberapa penelitian di Indonesia menyatakan kebanyakan seseorang mulai mengonsumsi rokok saat duduk di Sekolah Menengah Pertama (SMP) atau sekitar usia 12 tahun.
Namun kebiasaan merokok di kalangan anak usia sekolah paling sering terjadi saat siswa duduk di bangku SMA.
"Kegiatan merokok tentu memiliki efek buruk bagi kesehatan, karena rokok memiliki beberapa komponen yang bersifat toxic bagi tubuh, yaitu karbon monoksida, tar, dan nikotin," ucap dia melansir laman UM Surabaya, Senin (8/8/2022).
Dia menjelaskan, karbon monoksida adalah salah satu kandungan berbahaya dari rokok.
Karbon monoksida memiliki kemampuan mengikat hemoglobin dalam darah 200 kali lebih kuat jika dibandingkan dengan oksigen.
Baca juga: Guru Besar IPB Ini Soroti Dampak Kenaikan Tarif Masuk Pulau Komodo
"Peningkatan kadar karbon monoksida dalam darah dapat menyebabkan terjadinya ganguan pernapasan, sakit kepala, serta depresi yang mana dalam jangka panjang tentu dapat mengakibatkan terjadinya masalah kesehatan yang serius," jelas dia.
Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.