Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Ramai Fenomena Citayam Fashion Week, Sosiolog UMM Beri Tanggapan

Kompas.com - 19/07/2022, 15:11 WIB
Sandra Desi Caesaria,
Ayunda Pininta Kasih

Tim Redaksi

KOMPAS.com - Citayam Fashion Week menjadi perbincangan hangat di kalangan pengguna sosial media akhir-akhir ini.

Fenomena mengenai para remaja berpakaian nyentrik yang memadati kawasan Dukuh Atas, Sudirman, Jakarta Pusat ini bahkan menarik minat media internasional seperti Tokyo Fashion.

Apa saja faktor yang membuat Citayam Fashion Week terkenal? Dosen Sosiologi Universitas Muhammadiyah Malang (UMM), Luluk Dwi Kumalasari, memberikan penjelasannya.

1. Naluri manusia untuk bersosialisasi

“Komunitas ini terbentuk oleh beberapa anak muda yang tinggal di daerah Sudirman, Citayam, Bojong Gede, dan Depok. Sebagai daerah penyangga ibu kota para anak muda ini memiliki kreativitas yang lebih di bidang fashion. Saya melihat bahwa keberadaan Citayam Fashion Week ini merupakan sarana para anak muda untuk mengungkapkan diri mereka secara jujur melalui sebuah fashion,” ungkap Kepala Program Studi (Kaprodi) Sosiologi tersebut dilansir dari rilis UMM. 

Menurutnya, Citayam Fashion Week merupakan fenomena yang wajar. Hal ini didasarkan pada naluri manusia sebagai makhluk sosial untuk membentuk kelompok sesuai karakteristik dan tujuan tertentu.

Baca juga: 3 Mahasiswa UMM Lulus Tanpa Skripsi Berkat Film Dokumenter Ini

2. Sosial media

Selain perkembangan tren fashion, Luluk sapaan akrabnya menjelaskan bahwa perkembangan sosial media juga turut mempengaruhi keberadaan tren ini, utamanya TikTok.

Para remaja di Citayam Fashion Week ini memanfaatkan sosial media untuk menjadi terkenal dan mendapatkan uang. Hal ini juga melahirkan banyak seleb Instagram dan seleb TikTok seperti Jeje, Bonge, Kurma, Roy,dan lainnya.

“Masifnya keberadaan sosial media mempengaruhi cara para remaja untuk berkreasi dan Citayam Fahion Week menjadi wadah baru untuk mereka. Selain itu, dengan munculnya komunitas ini juga menjadi sebuah wacana baru bahwa fashion yang selama ini identik dengan kalangan atas, juga bisa dilakukan oleh kalangan menengah ke bawah,” kata Luluk.

Luluk mengatakan bahwa kepopuleran tersebut menuai banyak pro dan kontra.

Baca juga: Tips Hadapi Persaingan Dunia Kerja ala Alumnus UMM

Sebagian masyarakat mengapresiasi cara kreatif para remaja mengekspresikan diri melalui fashion.

Sebagian lainnya menilai bahwa aksi para remaja ini mengganggu dan membuat kumuh kawasan Sudirman.

Hal positif dari Citayam Fashion Week

Meski begitu, Luluk menjabarkan beberapa dampak positif lain dari kemunculan tren ini yaitu para remaja menjadi lebih memahami kehidupan bersosial.

Kreativitas para remaja sebagai content creator di media sosial juga meningkat. Selain itu, keberadaan para remaja ini juga meningkatkan penghasilan para Pedagang Kali Lima (PKL) yang berada di sekitar Sudirman.

“Selain dampak positif, tentu saja hal ini juga menimbulkan beberapa dampak negatif seperti budaya buang sampah sembarangan dan cara berpakaian yg dinilai terlalu terbuka,” ujar dosen kelahiran Jombang itu.

Luluk menjelaskan bahwa untuk melakukan pengurangan dampak negatif, perlu adanya kerja sama dari berbagai pihak, utamanya pemerintah.

Baca juga: Mau Bekerja di Kuwait? Alumni UMM Bocorkan Tipsnya

Hal-hal yang bisa di lakukan adalah dengan mengedukasi, mengarahkan, dan pendampingan kepada para remaja agar komunitas ini tetap berlangsung namun dengan minim dampak buruk.

“Secara keseluruhan saya memandang bahwa tren ini sebagai hal yang positif. Saya berharap Citayam Fashion Week dapat menjadi komunitas yang dikenal secara positif tidak hanya di Indonesia, tetapi juga di dunia Internasional. Saya juga berharap komunitas ini dapat menunjukkan sebuah budaya fashion baru yang memiliki karakter sendiri,” pungkasnya. 

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com