Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Kompas.com - 01/07/2022, 20:32 WIB
Mahar Prastiwi,
Dian Ihsan

Tim Redaksi

KOMPAS.com - Presiden Joko Widodo (Jokowi) melakukan kunjungan ke Ukraina dan Rusia baru-baru ini.

Kunjungan ini mendapat tanggapan dari berbagai pihak. Menurut pakar perdagangan ekonomi dunia dan politik internasional Universitas Gadjah Mada (UGM), Dr. Riza Noer Arfani, kunjungan Presiden Jokowi ke Ukraina dan Rusia sebagai kunjungan sangat bermakna.

Dia menilai kunjungan tersebut sangat strategis karena Indonesia saat ini tengah memegang Presidensi G-20 dan sebagai upaya pemulihan ekonomi.

Riza menerangkan, kunjungan tersebut memperlihatkan keseriusan, konsistensi, sikap dan posisi Indonesia dalam menanggapi konflik yang melibatkan kedua negara dengan target adalah perundingan damai dari kedua negara.

"Saya melihat maknanya sangat strategis. Kunjungan ini bermakna bahwa Presiden Jokowi atau Indonesia serius dalam hal itu, karena semua sepakat bila Forum G-20 adalah forum ekonomi bukan forum politik," ujar Riza seperti dikutip dari laman resmi UGM, Jumat (1/7/2022).

Baca juga: Beli BBM Pakai MyPertamina, Begini Komentar Ekonom Unpas

Kunjungan Jokowi bertujuan untuk pemulihan ekonomi

Meski mendapat kritik bahkan kecaman dari negara-negara barat karena mengundang Presiden Putin dalam Forum KTT G-20 di bulan September mendatang, Presiden Jokowi tetap pada pendirian dan jawaban bila Forum G-20 merupakan forum ekonomi.

Kunjungan tersebut merupakan upaya mendamaikan dalam konteks pemulihan ekonomi.

Riza menegaskan, kunjungan tersebut betul-betul bermakna dan strategis karena pemulihan ekonomi yang sudah digagas sejumlah pihak. Termasuk negara anggota G-20 saat ini sangat terancam akibat peperangan.

"Jika kemungkinan besar perang ini akan berlangsung lama tentu akan sangat berdampak pada 3 sektor penting, yaitu sektor pangan, energi dan sektor kesehatan," urai Riza.

Risa mengungkapkan, terkait geopolitik atau situasi kawasan, kunjungan Presiden Jokowi tidak akan terlalu nampak karena permasalahan tanggungjawabnya lebih banyak di negara-negara besar.

Baca juga: Unpar Siapkan Beasiswa Silih Asuh, Bisa untuk Disabilitas

Indonesia ingin stabilitas di kawasan internasional

Secara geografis, di Eropa, Asia Tenggara atau Asia pada umumnya tidak terlalu nampak pengaruhnya, kecuali jika perang berlanjut dengan menggunakan persenjataan nuklir.

"Itu efek beratnya mungkin bisa memicu perang dunia ketiga. Tapi proyeksi saya itu agak jauh karena ini lebih banyak dibatasi dampaknya agar secara geografis tidak sampai meluas ke kawasan-kawasan lain," urai Riza.

Dia menambahkan, bagaimanapun kunjungan Presiden Jokowi memperlihatkan sinyal politik luar negeri Indonesia tetap menginginkan adanya stabilitas di kawasan internasional.

Politik luar negeri Indonesia tetap menginginkan perdamaian sebagai tujuan utamanya.

Negara-negara besar selama ini sesungguhnya telah berusaha menengahi konflik tetapi belum menampakkan hasil.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Lengkapi Profil
Lengkapi Profil

Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.

Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com