Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Kompas.com - 30/06/2022, 09:09 WIB
Mahar Prastiwi,
Dian Ihsan

Tim Redaksi

KOMPAS.com - Indonesia memiliki potensi energi baru terbarukan. Butuh peran banyak pihak untuk bisa menciptakan energi baru terbarukan dan menggantikan peran energi tak terbarukan atau energi fosil.

Untuk membantu menciptakan energi baru terbarukan, Universitas Airlangga (Unair) membuat proyek Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTA) berbentuk kincir angin.

Proyek ini juga memberikan kontribusinya bagi masyarakat. Melalui proyek ini pula, Unair turut mengambil peran dalam mengatasi krisis energi yang tengah dihadapi masyarakat saat ini.

Direktur Logistik, Keamanan, Ketertiban, dan Lingkungan (LKKL) Unair Dr Karnaji yang menggagas pembuatan kincir angin tersebut.

Baca juga: 10 Tempat Kerja Terbaik di Indonesia 2022, Fresh Graduate Cek

PLTA kurangi ketergantungan energi fosil

Karnaji dan tim membutuhkan waktu satu bulan untuk menyelesaikan proyek tersebut. PLTA Unair tersebut menggunakan kincir horizontal tipe savonius yang dapat mengikuti kemanapun arah angin akan datang.

"Kincir angin merupakan salah satu energi terbarukan yang sedang berkembang pesat," terang Karnaji seperti dikutip dari laman Unair, Rabu (29/6/2022).

Salah satu manfaatnya adalah dapat mengurangi ketergantungan energi fosil (minyak bumi) yang semakin menipis cadangannya.

Selain itu, penggunaan kincir angin juga dapat mengurangi emisi gas rumah kaca. Proses alam memerlukan kurun waktu yang sangat lama untuk dapat kembali menyediakan energi fosil.

Baca juga: Calon Doktor Muda UB, Syahputra Lulus dengan IPK 4,00 di Usia 26 Tahun

Karnaji menegaskan, meningkatnya penggunaan energi di semua sektor selain mengurangi cadangan energi yang ada, juga menyebabkan meningkatnya produksi emisi gas CO2.

"Kami mulai mengerjakannya sejak bulan November tahun 2021 dan selesai satu bulan kemudian," imbuh dia.

Kincir angin tersebut berada di kawasan rumah kompos Kampus Merr (C). Tujuan pembangunan di kawasan tersebut agar kincir angin agar dapat memenuhi kebutuhan listrik pada mesin penggiling dan mesin lain di rumah kompos yang dimiliki Unair.

Cara kerja yang sederhana

Keberadaan kincir angin di rumah kompos nantinya akan menjadi pusat kawasan energi hijau. Segala aktivitas yang ada di sana sepenuhnya menggunakan teknologi tersebut.

Baca juga: Dokter Undip Ungkap 2 Penyebab Anak Pakai Kacamata

Cara kerjanya juga cukup sederhana. Karnaji menjelaskan, energi angin akan diteruskan untuk memutar rotor pada generator di bagian belakang turbin. Selanjutnya, kincir angin akan menghasilkan energi listrik.

Sebelum dapat bermanfaat untuk menyalurkan listrik, energi listrik pada kincir angin akan tersimpan ke dalam baterai terlebih dahulu. Kincir angin menggerakkan turbin dengan kapasitas 1.000 watt dengan kapasitas penyimpanan sebesar 4.000 watt.

"Pembuatan kincir angin ini sekaligus menjadi upaya penerapan Sustainable Development Goals (SDGs) yang sedang gencar digaungkan di seluruh dunia," imbuhnya.

Kincir angin sebagai media pembelajaran mahasiswa yang tertarik pada poin SDGs nomor 7 yakni affordable and clean energy.

Baca juga: Mahasiswi UNS Bagikan Cerita Suka Duka Tekuni Dunia Balap Rally

Unair sepenuhnya mendukung pembangunan berkelanjutan sebagaimana prinsip dalam SDGs. Hal itu sebagai komitmen Unair sebagai penerapan Tri Dharma perguruan tinggi terkait sarana pendidikan dan pengembangan penelitian.

"Untuk itu tahun ini kami akan kembali membuat PLTA yang akan ada di beberapa fakultas di Unair," tandas Karnaji.

Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Lengkapi Profil
Lengkapi Profil

Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.

Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com