Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
KILAS

Bolehkah Calistung Jadi Syarat Masuk SD? Dosen Ini Berikan Penjelasan

Kompas.com - 28/06/2022, 11:21 WIB
Inang Sh ,
Mikhael Gewati

Tim Redaksi

Kemampuan praliterasi mengacu pada kemampuan anak untuk mencari, mengolah, dan menggunakan informasi dalam kehidupannya.

Baca juga: Belum Saatnya Anak PAUD dan TK Diajarkan Calistung

Dengan demikian, calistung adalah bagian dari praliterasi dan pranumerasi yang seharusnya juga disebut sebagai pracalistung.

Orangtua memiliki peran penting dan peran utama dalam pracalistung ini karena waktu anak jauh lebih banyak di rumah dibandingkan bersama guru,” terangnya.

Ifina juga menyarankan orangtua memberikan pembelajaran yang sesuai dengan prinsip PAUD, yaitu bermain sesuai dengan karakteristik anak dan lingkungan sekitar.

“Artinya, pracalistung justru lebih baik menggunakan bahan-bahan yang ada di sekitar lingkungan atau benda yang sering mereka temui dalam kehidupan sehari-hari,” jelasnya.

Dia mencontohkan, anak tidak melulu harus diberikan mainan yang mahal, tetapi memanfaatkan potensi alam di sekitar sebagai bahan mainan kesukaan anak, seperti kerang, kerikil, dedaunan, ranting, dan lainnya.

Dampak anak dipaksakan mahir calistung

Lebih lanjut, Ifina menjelaskan beberapa dampak yang terjadi jika anak usia dini terus dipaksakan agar mahir calistung.

Baca juga: Jangan Paksa Anak Usia Dini Belajar Calistung, Ini Akibatnya...

Pertama, anak bisa mogok belajar. Dia menegaskan, sesuatu yang dipaksakan pasti tidak baik bagi anak. Pasalnya, mereka akan merasa tertekan dan stres dengan tuntutan-tuntutan agar bisa masuk SD.

Tekanan dan rasa stres tersebut, lanjut Ifina, akan mereka bawa hingga batas waktu yang tidak bisa ditentukan sehingga bisa saja mengganggu mental emosional anak.

“Inilah salah satu penyebab anak 'mogok belajar' di jenjang pendidikan berikutnya karena masa bermainnya sudah diambil untuk belajar sehingga masa belajarnya akan mereka ambil untuk bermain,” terangnya.

Kedua, memaksa anak mahir calistung bisa menghambat kreativitas. Ifina menyebutkan, setiap anak terlahir unik dengan minat, bakat, gaya belajar, dan potensi yang berbeda-beda.

Ketika waktu anak dihabiskan untuk belajar calistung, di saat yang bersamaan mereka kehilangan kesempatan untuk mengasah potensi yang sebenarnya mereka miliki.

Baca juga: Memahami Pentingnya Keterlibatan Orangtua dalam Pendidikan Anak

“Mungkin jika kita membiarkan mereka tumbuh sesuai potensinya, bisa saja kelak ia menjadi pelukis yang profesional, pemain bola, penyanyi, dan lainnya,” tuturnya.

Minimnya pengetahuan orangtua pun mengorbankan waktu anak-anak untuk belajar sesuatu yang bukan bakatnya dan tidak sesuai dengan tahapan perkembangannya.

Ifina menilai, dalam kondisi ini anak benar-benar sangat dirugikan. Orangtua maupun guru memerlukan pemahaman untuk tidak mengutamakan ambisi agar anak mencapai tujuan tertentu yang justru memperburuk tumbuh kembang anak.

Halaman:


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com