Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Banyak Lulusan D3 dan S1 Jadi Pengangguran, Mengapa?

Kompas.com - 20/06/2022, 20:00 WIB
Dian Ihsan

Penulis

KOMPAS.com - Data terbaru Badan Pusat Statistik (BPS) per Februari 2022 menunjukkan tingkat pengangguran Indonesia tercatat sebesar 5,83 persen dari total penduduk usia kerja sejumlah 208,54 juta orang.

Yang membuat kaget, angka dari 5,85 persen itu, hampir 14 persennya merupakan lulusan D3 dan S1.

Baca juga: Cara Bedakan Ayam Tiren dengan Ayam Potong Segar Menurut Dosen IPB

Ini merupakan sebuah ironi. Penduduk yang kebanyakan mengenyam pendidikan tinggi untuk mendapatkan pekerjaan yang layak justru banyak dari mereka yang menganggur.

Head of Human Capital dari PT Praweda Ciptakarsa Informatika, Alfeus Nehemia menerangkan ada beberapa alasan yang menyebabkan lulusan D3 dan S1 banyak yang menganggur.

Pertama, kata dia, sebagai seorang human capital dirinya kerap kali dihadapkan pada posisi merasa kesusahan mencari orang yang layak dipekerjakan sesuai dengan kualifikasi yang diharapkan.

Itu karena, banyak dari pendaftar menawarkan keterampilan yang tidak relevan atau tidak dibutuhkan oleh perusahaan saat ini.

"Kalau kalian bilang susah cari kerja, kami sebagai perusahaan juga bilang, susah ya cari karyawan. Akibat adanya mismatch antara keterampilan yang dibutuhkan dan yang tersedia," kata Alumnus Ilmu Hubungan Internasional FISIP Unair tahun 2009 itu, seperti melansir laman Unair, Senin (20/6/2022).

Kedua, ketika banyak mahasiswa lulus dari perguruan tinggi bergengsi, tak jarang memiliki ekspektasi tinggi mendapatkan pekerjaan bergaji tinggi dengan mudah.

Baca juga: Soal UTBK-SBMPTN 2022 Bocor, LTMPT: Pelaku Bisa Dipidana dan Disanksi

Hal ini membuat beberapa lulusan dari perguruan tinggi bergengsi tersebut terlalu percaya diri dengan melabeli dirinya fresh graduate yang tinggi.

Padahal belum tentu dirinya memiliki kompetensi yang layak.

"Perusahaan nggak hanya melihat almamater sekolah kamu saja, tapi juga melihat kompetensinya seperti apa, layak tidak kita dibayar tinggi," jelas dia.

Ketiga, terbatasnya lapangan kerja. Memang alasan yang ketiga ini bukan lagi hal baru yang menyebabkan terjadinya banyak pengangguran.

Bahkan diperburuk dengan adanya pandemi Covid-19 yang menyebabkan pemutusan hubungan kerja (PHK) besar-besaran.

Hal tersebut menyebabkan jumlah pengangguran tak sebanding dengan lapangan kerja yang ada.

"Hampir 29,12 juta penduduk usia kerja terdampak pandemi. Mungkin sudah sedikit recover, tapi perlu diingat lulusan baru (baik D3 dan S1) yang menunggu mendapatkan pekerjaan selalu bertambah tiap tahunnya," tegas dia.

Oleh karena itu, tantangan generasi muda pasca pandemi Coid-19 untuk mencari kerja menjadi semakin berat.

Baca juga: LTMPT Telusuri Cepat Oknum Peserta yang Sebar Soal UTBK-SBMPTN 2022

"Karena harus bersaing dengan ribuan orang untuk memperebutkan lapangan kerja yang semakin sedikit," tukas dia.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com