KOMPAS.com - Film bergenre horor KKN di Desa Penari (2022) tengah menjadi perbincangan dalam industri perfilman Tanah Air.
Berawal dari utas Twitter yang viral hingga divisualisasikan menjadi sebuah film, cerita KKN di Desa Penari tidak luput dari perhatian banyak orang.
Di samping hiruk-pikuk teknologi serta tema-tema modern dalam industri film, kehadiran film KKN di Desa Penari justru sukses mendobrak sekaligus menguasai pasar melalui mitos tradisional dan hal berbau klenik di dalamnya.
Menanggapi hal itu, dosen Kajian Sinema Universitas Airlangga (Unair) Igak Satrya Wibawa menjelaskan bahwa perkembangan teknologi dengan kepercayaan atau mitos masyarakat sebenarnya tidak berkorelasi lurus.
“Sistem budaya kita sudah dibentuk sejak awal untuk sangat kontekstual tergantung dengan konteks sistem budaya di mana kita lahir. Kita dibentuk untuk berdampingan dengan apa pun itu, kita lahir dengan beragam mitos, cerita, dan sudut pandang yang bagi orang lain dianggap klenik dan gaib,” jelasnya dilansir dari laman Unair.
Baca juga: Mengapa Film Horor Hantunya Selalu Perempuan?
Oleh sebabnya, teknologi tidak akan berkorelasi lurus dengan perubahan sudut pandang karena teknologi adalah sesuatu yang kasat mata, sementara klenik dan gaib cenderung kepada kepercayaan yang linier dalam diri manusia.
“Sebetulnya tidak hanya di Indonesia, tapi juga di luar. Kalau bicara hollywood, itu boneka yang jadi hantu, badut hantu, dan sebagainya juga banyak diminati. Sumber ketakutan bisa berasal dari mana saja, bahkan termasuk dari teknologi itu sendiri, ” ucap Igak sapaan karibnya.
Ia menjelaskan bahwa saat ini film horor sudah mulai berkualitas dibanding masa lalu di mana film horor lekat dengan seksualitas dan tubuh perempuan.
Baca juga: Film KKN Desa Penari Viral, Dosen Ingatkan Dampak Anak Nonton Horor
Contohnya, kehadiran Jailangkung (2017) sebagai film horor yang mampu memunculkan gaya yang pas dengan gaya generasi sekarang.
Menurut Igak, kelebihan film terletak pada audio visualnya. Penonton tidak lagi ditempatkan sebagai sosok yang harus berimajinasi sebab imajinasi itu sudah dipindahkan secara visual dan audio ke layar yang dapat penonton saksikan.
Tulis komentarmu dengan tagar #JernihBerkomentar dan menangkan e-voucher untuk 90 pemenang!
Syarat & KetentuanSegera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.