Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Taufan Teguh Akbari
Dosen

Pengamat dan praktisi kepemudaan, komunikasi, kepemimpinan & komunitas. Saat ini mengemban amanah sebagai Wakil Rektor 3 IKB LSPR, Head of LSPR Leadership Centre, Chairman Millennial Berdaya Nusantara Foundation (Rumah Millennials), Pengurus Pusat Indonesia Forum & Konsultan SSS Communications.

Mempersiapkan Kepemimpinan Kuat, Perguruan Tinggi Harus Berperan!

Kompas.com - 26/05/2022, 07:40 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

DUNIA sedang menghadapi berbagai krisis multidimensi. Managing Director IMF, Kristalina Georgieva menyebutkan bahwa, “We are facing a crisis on top of a crisis.”

Dia menyebutkan, beberapa krisis yang menjadi permasalahan global saat ini, yaitu pandemi, perang Ukraina – Rusia, tragedi kemanusiaan, dan inflasi.

Terkait masalah yang terakhir disebutkan, Chief Economist Outlook 2022 menyebutkan beberapa tantangan ke depan: inflasi dan gaji rendah, ketidakamanan pangan di negara berkembang, rantai distribusi yang terlokalisasi dan terpolitisasi, dan mundurnya globalisasi.

Belum lagi kita berbicara tentang perubahan iklim. Pertumbuhan masalah yang terjadi tidak dibarengi dengan munculnya pemimpin-pemimpin yang siap memecahkan tantangan yang ada.

Menurut Global Leadership Forecast 2021, hanya 11 persen organisasi yang memiliki kursi kepemimpinan yang kuat; lebih rendah dalam 10 tahun terakhir.

Kurangnya pemimpin yang cakap menjadi sebuah masalah fundamental. Pemimpin punya arti dan peran penting karena mereka yang menavigasikan organisasi. Karenanya, pemimpin yang cakap mutlak sifatnya untuk dimiliki.

Terlebih, dunia terus berkembang dan berinovasi, khususnya di bidang-bidang seperti bioteknologi, nanoteknologi, kecerdasan buatan, neuroteknologi, energi terbarukan, dan antariksa.

Dunia perlahan memasuki masa depan yang sebelumnya tidak terbayangkan. Ada banyak kemungkinan yang bisa terjadi, yang akan menentukan arah masa depan dunia mulai sekarang.

Masa depan yang terbentuk bisa positif dan negatif tergantung bagaimana kita mempersepsikan dampak dari apa yang kita lakukan sekarang. Kita tentu tidak ingin dunia bergerak ke arah yang negatif, lebih-lebih sebuah bencana.

Singkatnya, ada dua permasalahan yang dunia global sedang hadapi, yaitu ancaman eksistensial dan krisis kepemimpinan.

Kedua hal ini memengaruhi bagaimana kita akan menyelesaikan masalah, apalagi dengan kondisi dunia saat ini.

Kondisi dunia saat ini menuntut kita untuk bertindak dan mencari berbagai solusi permasalahan, baik di tingkat global maupun nasional.

Oleh karena itu, kualitas sumber daya manusia perlu ditingkatkan dan semua entitas harus mengambil peran itu.

Dalam konteks Indonesia, negara kita sedang dalam proses menuju bonus demografi, di mana usia produktif melimpah.

Dan ada banyak potensi anak muda yang mampu menjadi pemimpin. Ini menjadi momentum untuk lebih meningkatkan kualitas sumber daya manusia, baik dari sisi soft skill maupun hard skill.

Salah satu individu yang mampu memengaruhi semua keputusan masa depan adalah seorang pemimpin.

Peran penting tidak bisa dikesampingkan, bahkan salah satu yang terpenting dalam organisasi.

Salah satunya adalah bagaimana mereka menavigasi tindakan hari ini untuk menciptakan masa depan yang dicita-citakan masyarakat.

Pemimpin yang dimaksud adalah pemimpin lintas industri: perusahaan, pemerintah, LSM, lembaga pendidikan, dan sebagainya.

Oleh karena itu, kepemimpinan merupakan salah satu keterampilan penting yang harus dimiliki.

We Need More High-Quality Leaders

Pada tahun 2014, Deloitte menerbitkan hasil penelitian yang berjudul Human Capital Trends 2014.

Salah satu temuan penting dari Deloitte adalah 10 prioritas perusahaan, di mana prioritas teratas adalah meningkatkan kapabilitas kepemimpinan di perusahaan.

Dapat disimpulkan bahwa semakin banyak entitas yang menyadari pentingnya memperkuat kemampuan kepemimpinan anggotanya.

Ini juga merupakan sinyal yang baik bahwa kepemimpinan merupakan aspek penting yang perlu ditingkatkan, mengingat tantangan saat ini.

Tidak hanya itu, LinkedIn Workplace and Learning Report (2022) menerangkan bahwa prioritas utama dari L&D yang pertama adalah kepemimpinan dan manajemen.

Kepemimpinan dan manajemen menjadi prioritas utama di kawasan Afrika Utara, Eropa, Timur Tengah, dan Afrika.

Sementara di kawasan Asia Pasifik, prioritas pertama adalah reskilling dan upskilling, di mana kepemimpinan dan manajemen menjadi prioritas kedua.

Akan tetapi, setidaknya kita bisa menyepakati bahwa kepemimpinan telah menjadi top two priorities.

Kepemimpinan merupakan suatu kemampuan yang penting bukan hanya karena permasalahan yang melanda dunia saat ini, tetapi kepemimpinan merupakan landasan penting bagi kemajuan organisasi, lembaga pemerintah, masyarakat, dan sebagainya.

Newstead, et al (2021) mengungkapkan bahwa kepemimpinan yang baik menyiratkan orang dimotivasi oleh alasan yang tepat, berhubungan dan memengaruhi satu sama lain dengan cara yang etis dan efektif, dan bergerak menuju tujuan yang etis dan efektif.

Mereka secara implisit menyebutkan bahwa pemimpin yang baik memiliki kualitas kebajikan yang baik.

Kebajikan memberikan pemahaman yang bermakna dan komprehensif tentang 'baik' karena berlaku untuk kepemimpinan yang baik.

Selain itu, kualitas seorang pemimpin yang baik berbeda-beda. Cortess & Hermann (2021) mengungkapkan bahwa pemimpin dapat menjadi katalisator bagi tumbuhnya gagasan dan proses penjabaran gagasan, sebagai penilai pada tahap pengambilan keputusan serta penjaga implementasi gagasan.

Goleman (1998) memberikan pandangannya tentang kemampuan apa yang harus dimiliki seorang pemimpin.

Goleman menekankan kecerdasan emosional, di mana ia menyebutkan lima dimensi: kesadaran diri, pengaturan diri, motivasi, empati, dan keterampilan sosial.

Reyes, et al (2019) menjelaskan, bahwa dalam konteks tim, pemimpin perlu fokus pada pembangunan tim, daripada fokus pada struktur.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com