Oleh: Winnie Hakim (Mahasiswa Program Studi Psikologi Profesi Jenjang Magister Universitas Tarumanagara) | Samsunuwiyati Mar’at (Dosen Fakultas Psikologi Universitas Tarumanagara) | P. Tommy Y. S. Suyasa (Dosen Fakultas Psikologi Universitas Tarumanagara)
KOMPAS.com - Mahasiswi bernama Citra (nama samaran) merasa kesepian, karena tidak memiliki teman, keluarga, serta pasangan untuk berbicara mengenai kesulitan perkuliahannya selama masa pandemi Covid-19.
Apakah pengalaman Citra juga dialami oleh Anda? Bagaimana cara mengatasinya? Apakah kesepian Citra akan berakhir, saat perkuliahan tatap muka dimulai dalam waktu dekat?
Baca juga: Kiat Mahasiswa UNS, Lulus Tanpa Ujian Skripsi dengan Nilai A
Citra ataupun kita yang tengah mengalami kesepian, tidaklah sendirian.
CNN Indonesia (2021) memberitakan sebuah survei pada masyarakat Indonesia yang diadakan oleh komunitas Into The Light, bahwa ditemukan hampir sebanyak 5.211 partisipan berusia 18-34 tahun mengalami kesepian.
Kesepian merupakan sebuah pengalaman subjektif saat seseorang merasa kurang puas terhadap berbagai relasi yang dimilikinya (DiTommaso & Spinner, 1997).
Kesepian dapat membawa banyak dampak negatif, seperti menurunnya kepuasan hidup (Salimi, 2011), gejala depresi hingga pemikiran untuk bunuh diri (Chang et al., 2017).
Setidaknya terdapat tiga bentuk kesepian yang dapat dialami.
Bentuk pertama, saat seseorang merasakan kurang atau hilangnya relasi sosial yang mencukupi, disebut sebagai social loneliness.
Bentuk kedua, saat kurang atau hilangnya keintiman pada relasi dengan pasangan, disebut sebagai romantic loneliness.
Tulis komentarmu dengan tagar #JernihBerkomentar dan menangkan e-voucher untuk 90 pemenang!
Syarat & KetentuanPeriksa kembali dan lengkapi data dirimu.
Data dirimu akan digunakan untuk verifikasi akun ketika kamu membutuhkan bantuan atau ketika ditemukan aktivitas tidak biasa pada akunmu.
Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.