KOMPAS.com - Perhimpunan Pelajar Indonesia Dunia Kawasan Timur Tengah dan Afrika (PPIDK Timtengka) menggelar Simposium Kawasan Timur Tengah dan Afrika 2022, 15-22 Mei 2022.
Kegiatan itu diikuti sebanyak 18 PPI Negara Kawasan Timur Tengah dan Afrika serta delegasi mahasiswa nasional dari Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) di Indonesia.
Meski grand opening digelar secara daring Minggu (15/5/2022), simposium Kawasan Timur Tengah dan Afrika 2022 tidak kalah menarik karena banyak menghadirkan pembicara yang kompeten di bidangnya.
Baca juga: Simposium PPIDK Timtengka 2022, Siap Berkontribusi Bangun Negeri
Salah satunya ialah pada Grand Opening, Minggu (15/5/2022), simposium itu menghadirkan Menteri Agama (Menag) RI H. Yaqut Cholil Qoumas.
Saat menjadi pembicara kunci, Menag Yaqut menyatakan bahwa simposium ini bertepatan dengan momen Presiden RI yang berkunjung ke USA. Di USA, Presiden Joko Widodo diapresiasi oleh dunia karena negara Indonesia yang sangat menjaga nilai-nilai keberagaman dan kesatuanya.
"Oleh karena itu, simposium ini sangat baik," ujar Yaqut Cholil Qoumas seperti dikutip dari keterangan tertulis PPIDK Timtengka kepada Kompas.com, Minggu (15/5/2022).
Pada kesempatan itu, Menag juga menyatakan bahwa bahwa orang beragama itu dimbagi menjadi 3 kategori, yakni:
1. Beragama dengan cara intrinsik
Menjadikan agama sebagai komitmen yabg komprehensif yang mengatur seluruh kehidupan penganutnya.
Baca juga: Kerjakan Tugas Lebih Efektif dengan Monotasking, Mahasiswa Yuk Coba
2. Beragama dengan cara ekstrinsik
Agama dianggap sebagai alata yang bisa dimanfaatkan untuk menunjang motif-motif lain. Seperti alat untuk mengincar kedudukan tertentu, mengincar tujuan tertentu, dan lain-lain.
3. Beragama dengan cara campuran dari keduanya
Dengan menerapkan mixing method ini, maka akan menciptakan outcome berupa ketenteraman, kedamaian sesuai dengan ajaran agama itu sendiri.
Tak hanya itu saja, Menag juga menyampaikan hasil riset dari beberapa lembaga, baik lembaga riset kampus maupun lembaga litbang Kemenag yang menyatakan bahwa radikalisme banyak terjadi pada orang-orang dengan usia 15-25 tahun (atau yang sering disebut milenial).