Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Sejarah Revolusi Industri 1.0 hingga 4.0 dan Perbedaannya

Kompas.com - Diperbarui 25/10/2022, 10:36 WIB
Ayunda Pininta Kasih

Penulis

KOMPAS.com - Saat membaca buku sejarah, kita kerap kali membaca materi mengenai sejarah revolusi industri mulai dari 1.0, 2.0, 3.0 hingga 4.0.

Ditambah lagi, belakangan ini banyak pihak yang membicarakan tentang revolusi industri 4.0. Baik itu tokoh nasional maupun tokoh internasional, kerap kali berbicara “Bersiaplah menyongsong industri 4.0” atau “Kita harus bisa memanfaatkan fenomena Industri 4.0.”

Sebetulnya, apa itu revolusi industri dan bagaimana sejarah revolusi industri dari 1.0 hingga 4.0? Berikut rangkumannya dilansir dari laman platform edukasi Zenius:

Definisi Revolusi Industri

Singkatnya, revolusi industri adalah perubahan besar dan radikal terhadap cara manusia memproduksi barang. Bila tadinya ada beberapa hal yang semula begitu sulit, lama, mahal, maka dengan adanya revolusi industri beberapa hal menjadi mudah, cepat, dan murah.

Baca juga: 5 Negara dengan Populasi Terbanyak di Dunia, Indonesia Nomor Berapa?

Perubahan besar ini tercatat sudah terjadi tiga kali dan saat ini kita sedang mengalami revolusi industri yang keempat.

Setiap perubahan besar ini selalu diikuti oleh perubahan besar dalam bidang ekonomi, politik, bahkan militer dan budaya. Maka tak heran bila kini ada pekerjaan lama yang menghilang, dan jutaan pekerjaan baru yang muncul.

Revolusi industri menghasilkan penurunan, malah terkadang menghilangkan beberapa kelangkaan tersebut, sehingga waktu, tenaga, dan uang yang semula digunakan untuk mengatasi kelangkaan-kelangkaan tersebut mendadak bebas.

Hilangnya atau berkurangnya sebuah kelangkaan otomatis pada akhirnya mengubah banyak aspek dalam kehidupan bermasyarakat. Oleh karena itu, mari kita ulik sejarah revolusi industri dari 1.0, 2.0, 3.0 hingga 4.0.

Baca juga: Lulusan 5 Jurusan Kuliah IPA-IPS Ini Makin Dibutuhkan di Era 4.0

Revolusi Industri 1.0

Revolusi industri muncul pertama kali di negara Inggris pada akhir 1770-an dan menyebar ke negara-negara Eropa lainnya, seperti Belgia, Prancis, dan Jerman. Tak hanya Benua Eropa, revolusi ini turut menyebar di Amerika Serikat, pada tahun 1830-an dan 40-an.

Revolusi Industri 1.0 terjadi karena adanya tiga faktor utama, yakni Revolusi Pertanian, peningkatan populasi, dan keunggulan Inggris Raya.

Revolusi Industri menganggap era waktu yang penting karena teknik pertanian yang lebih baik, pertumbuhan populasi, dan keunggulan Inggris Raya yang memengaruhi negara-negara di seluruh dunia.

Revolusi industri 1.0 (pertama) adalah yang paling sering dibicarakan, yaitu proses yang dimulai dengan ditemukannya lalu digunakannya mesin uap dalam proses produksi barang. Penemuan mesin uap menjadi hal yang sangat penting kala itu, lantaran manusia sebelumnya hanya mengandalkan tenaga otot, tenaga air, dan tenaga angin untuk menggerakkan apa pun.

Bayangkan, tenaga otot amat terbatas. Butuh istirahat secara berkala untuk memulihkan tenaga tersebut, sehingga proses produksi menjadi terhambat. Dengan adanya mesin uap, semuanya menjadi lebih efektif.

Selain dengan otot, tenaga lain yang sering digunakan adalah tenaga air dan tenaga angin. Biasanya ini digunakan di penggilingan.

Baca juga: Lulusan Cepat Dapat Kerja, 8 Kampus Terbaik Indonesia Versi QS 2022

Untuk memutar penggilingan yang begitu berat, sering kali manusia menggunakan kincir air atau kincir angin. Masalahnya, manusia tak bisa menggunakannya di mana saja. Keduanya hanya bisa digunakan di dekat air terjun dan di daerah yang berangin. Tak hanya itu saja, tenaga angin juga tak bisa diandalkan 24 jam sehari. Ada kalanya benar-benar tak ada angin yang bisa digunakan untuk memutar kincir.

Hal ini kian diperparah ketika tenaga angin menjadi andalan transportasi internasional, yaitu transportasi laut.Misalnya saja di era VOC, untuk berlayar bolak-balik Batavia-Amsterdam-Batavia, dibutuhkan waktu setahun. Alasannya, terkadang ada kalanya benar-benar tak ada angin di laut, terkadang ada angin tetapi berlawanan dengan arah yang diinginkan.

Oleh karena itu, penemuan mesin uap mengubah segalanya. Terlebih lagi ketika James Watt di tahun 1776 menemukan mesin uap yang jauh lebih efisien dan murah dibandingkan mesin uap sebelumnya.

Dengan adanya mesin uap rancangan James Watt ini, sebuah penggilingan bisa didirikan di mana saja, tak perlu dekat air terjun atau daerah berangin. Selain itu, sebuah kapal bahkan bisa berlayar 24 jam, selama mesin uapnya dipasok dengan kayu atau batu bara. Hal Ini pada akhirnya berdampak langsung dalam waktu perjalanan dari Belanda ke Indonesia yang hanya berdurasi sekitar dua bulan.

Baca juga: 5 Negara yang Penduduknya Paling Malas di Dunia, Indonesia Nomor 1

Dampak lainnya dari perjalanan yang lebih singkat ini, bangsa Eropa pun mengirim kapal perang mereka ke seluruh penjuru dunia dalam waktu jauh lebih singkat. Tidak ada lagi cerita tentara-tentara Eropa kelelahan saat menyerang benteng milik Kerajaan Asia. Semua daerah yang bisa terjangkau oleh kapal laut, sudah pasti terjangkau oleh kekuatan imperialis Eropa. Negara-negara Imperialis di Eropa ini menjajah kerajaan-kerajaan di Afrika dan Asia. Ingat, di akhir 1800an inilah Belanda akhirnya menaklukkan daerah-daerah terakhir di Indonesia, seperti Aceh dan Bali.

Ketika tenaga mesin tidak dibatasi oleh otot, angin, dan air terjun, maka terjadilah penghematan biaya dalam jumlah luar biasa di bidang produksi, transportasi, bahkan militer.

Barang-barang yang diproduksi menjadi jauh lebih banyak, lebih murah, dan lebih mudah didapat. Uang yang semula dipakai untuk memproduksi dan membeli barang-barang mahal tersebut kini bisa dipakai untuk hal lain, sehingga barang-barang yang tak diproduksi menggunakan mesin uap pun menjadi jauh lebih laku.

Revolusi industri 1.0 ini juga mengubah masyarakat dunia, dari masyarakat agraris di mana mayoritas masyarakat bekerja sebagai petani, menjadi masyarakat industri.

Hal ini pun mengubah kelangkaan tenaga yang semula mendominasi kesukaran manusia dalam berlayar, dalam memproduksi, mendadak lenyap. Tenaga tidak lagi dipasok cuma oleh otot, angin, dan air terjun, melainkan juga oleh mesin uap yang jauh lebih kuat, lebih fleksibel, dan lebih awet.

Terakhir, kelangkaan yang dikurangi adalah kelangkaan tenaga kerja. Semula begitu banyak manusia dibutuhkan untuk menjalankan mesin-mesin produksi. Kini mendadak semua tenaga itu digantikan mesin uap. Artinya, mendadak semua tenaga manusia tersebut jadi bebas, mereka bisa dipekerjakan di bidang lain.

Baca juga: Biaya Kuliah Kedokteran 2022: UGM, UI, Undip, Unpad

Perubahan-perubahan ini juga berdampak pada hilangnya keistimewaan para bangsawan. Berkat mesin uap, produksi kini bisa berlangsung di mana saja.

Selain itu, adanya mesin uap membuat produksi besar-besaran bukan hanya monopoli dari para tuan tanah yang memiliki ladang atau sawah berhektar-hektar. Kini orang-orang kaya yang memiliki mesin-mesin uap bisa memproduksi barang, padahal tanah mereka tak seberapa dibandingkan tanah para bangsawan ini. Orang-orang biasa juga bisa memproduksi barang tanpa memiliki tanah pertanian. Pada akhirnya, orang-orang bisa menjadi kaya tanpa gelar bangsawan.

Di balik besarnya sisi positif, revolusi industri 1.0 juga memberikan dampak negatif. Selain pencemaran lingkungan akibat asap mesin uap dan limbah-limbah pabrik lainnya, penjajahan di seluruh dunia turut merajalela. Pasalnya, tanpa mesin uap, Imperialis Eropa takkan bisa menaklukkan Asia dan Afrika secepat dan semudah ini.

Perkembangan revolusi industri 1.0 tidak berhenti sampai di situ saja, prosesnya terus berkembang hingga pada tahap revolusi industri 2.0. Lalu apa perbedaan di antara keduanya?

Revolusi Industri 2.0

Produksi memang sudah menggunakan mesin, tenaga otot sudah digantikan oleh mesin uap, dan kini tenaga uap mulai digantikan dengan tenaga listrik. Namun ada satu hal yang belum berubah, proses produksi di pabrik masih jauh dari proses produksi di pabrik modern dalam hal transportasi.

Di akhir 1800-an, mobil mulai diproduksi secara massal. Namun, di pabrik mobil, setiap mobil dirakit dari awal hingga akhir di titik yang sama. Semua komponen mobil harus dibawa ke si tukang-perakit. Seorang tukang-perakit memproses barang tersebut dari nol hingga produk jadi. Dari awal hingga selesai, dari merakit ban, pintu, setir, lampu, semua hanya dilakukan oleh satu orang.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com