Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Mengapa Tikus Sering Jadi Hewan Percobaan? Ini Kata Pakar ITB

Kompas.com - 01/04/2022, 18:17 WIB
Ayunda Pininta Kasih

Penulis

KOMPAS.com - Tikus sering kali menjadi hewan percobaan penelitian. Seperti percobaan oleh tim medis untuk merumuskan obat bagi penyakit, seperti kanker hingga pengujian suplemen makanan.

Dosen Kimia, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Institut Teknologi Bandung (FMIPA ITB) dari Kelompok Keahlian Biokimia, Fifi Fitriyah Masduki menjelaskan tentang model dalam penelitian biokimia yang sering kali melibatkan tikus.

Ia mengatakan, salah satu alasan mengapa tikus sering dijadikan hewan percobaan dalam penelitian karena tikus memiliki banyak fungsi anatomi yang mirip dengan yang dimiliki manusia.

Baca juga: Cara Ampuh Usir Tikus di Rumah ala Ahli Tikus IPB

“Tikus memiliki banyak fungsi anatomi yang mirip dengan yang dimiliki manusia. Selain mirip secara anatomi, genom tikus dan manusia juga sering kali mirip,” ujarnya seperti dilansir dari laman ITB.

Fifi juga menjelaskan bahwa sepanjang sejarah, tikus sudah sangat sering terlibat sebagai animal model untuk penelitian di berbagai universitas di dunia.

Bahkan, kata dia, banyak dari peneliti yang mendapat Nobel Prize melibatkan tikus pada penelitiannya sebagai animal model.

Ia juga menjelaskan bahwa kini telah banyak perusahaan yang menyediakan budidaya tikus transgenik.

Berbagai informasi terkait tikus transgenik yang dapat dipakai untuk mempelajari riset-riset terkait penyakit yang menyebar di manusia juga telah beredar luas di internet.

Salah satu bentuk penelitian terkait penyakit manusia yang memanfaatkan animal model berupa tikus adalah penelitian terkait penyakit malaria.

Baca juga: Bank Mandiri Buka Lowongan Staf Perbankan D3-S1 di 13 Wilayah

“Spesies parasit yang paling banyak menginfeksi manusia melalui penyakit malaria adalah vivax dan falciparum. Bahaya dari spesies falciparum ini merupakan kecepatannya untuk berkembang biak dan menyebar ke berbagai organ tubuh manusia seperti otak melalui peredaran darah. Dampak terparah dari penyebarannya adalah menyebabkan koma terhadap manusia,” jelas Fifi.

Sementara itu, spesies vivax menginfeksi sel darah merah yang masih berkembang atau yang bisa disebut retikulosit.

Berbagai hipotesis terkait identifikasi parasit yang terlibat dalam penyakit malaria dapat dikonfirmasi melalui penelitian menggunakan tikus percobaan.

Hasil dari penelitian ini, tercipta target obat baru untuk malaria yaitu SUB1 dan DPAP3 yang esensial untuk kehidupan falciparum.

Untuk menguji SUB1 dan DPAP3, digunakan mouse model NMRI untuk diteliti. Penelitian ini juga dibantu oleh Genome Database Plasmodium.

Baca juga: Pertamina Foundation Buka Lowongan Kerja Lulusan S1 Banyak Jurusan

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com