Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Taufan Teguh Akbari
Dosen

Pengamat dan praktisi kepemudaan, komunikasi, kepemimpinan & komunitas. Saat ini mengemban amanah sebagai Wakil Rektor 3 IKB LSPR, Head of LSPR Leadership Centre, Chairman Millennial Berdaya Nusantara Foundation (Rumah Millennials), Pengurus Pusat Indonesia Forum & Konsultan SSS Communications.

Model Pendidikan Masa Depan: Pendidikan Jarak Jauh dan Tantangan

Kompas.com - 23/03/2022, 05:50 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

DAHULU kita masih belum terbiasa melaksanakan pendidikan jarak jauh (PJJ). Tetapi sekarang, PJJ telah menjadi kebiasaan baru, yang berpotensi menggantikan cara lama.

Revolusi pendidikan yang didorong oleh pandemi telah mengubah wajah pendidikan di Indonesia.

Pandemi mendorong kita untuk beradaptasi dengan dunia yang sama sekali baru dan kita dihadapkan pada pilihan yang sulit, bahkan tanpa pilihan. Pembelajaran digital menjadi satu-satunya opsi yang bisa dan harus dilakukan.

Sebagian besar institusi pendidikan mulai membiasakan diri dengan PJJ. Awalnya memang kita cukup kesulitan mengubah pola pendidikan.

Per 17 April 2020, UNICEF mencatat, sekitar 1,5 miliar murid terdampak karena pandemi COVID-19.

Di Indonesia, menurut BPS 2020, 45 juta murid atau 3 persen dari jumlah murid global terpaksa tidak bersekolah imbas dari pandemi. Karena itu, PJJ harus dilakukan agar pendidikan tetap berjalan.

Awalnya terjadi culture shock karena langsung pindah dari belajar luring ke daring tanpa adanya proses trial.

Itu memang terpaksa dilakukan agar pendidikan tetap berjalan sambil pemerintah mencari cara efektif menanggulangi pandemi.

Bahkan, menurut Direktur Pembelajaran Jarak Jauh LSPR, Ari Santoso Wibowo, tanpa adanya teknologi pendidikan dan PJJ, mungkin kita akan benar-benar terputus pendidikannya karena pandemi.

Sekarang muncul pilihan untuk mencampurkan cara belajar tatap muka dengan daring. Cara ini disebut pendidikan hybrid.

Pendidikan hybrid akan menjadi realita baru dalam dunia pendidikan dan PJJ akan tetap dilakukan sesuai situasi dan kondisi.

Yang perlu digarisbawahi adalah bagaimana potensi PJJ itu sendiri. Saat ini memang ada beberapa tantangan, tetapi bagaimana potensi PJJ itulah yang perlu kita manfaatkan.

Memanfaatkan potensi PJJ

Kita telah melakukan PJJ selama kurang lebih dua tahun. Pemerintah Indonesia telah menempuh banyak cara memastikan PJJ berjalan, mulai dari penggunaan channel televisi TVRI, membuat platform Rumah Belajar yang dibuat Kemendikbud-ristek, dan menyediakan subsidi paket internet untuk meringankan pengeluaran murid.

Pihak swasta juga telah berupaya menyediakan layanan paket PJJ dengan harga terjangkau.

Tetapi, ada beberapa masalah yang muncul. Survei dari Gerakan Sekolah Menyenangkan (GSM) di tahun 2021 menyebutkan kalau 80 persen murid tidak senang belajar di rumah. Hanya 20 persen saja yang merasa senang.

Survei dari GSM lengkap menyebutkan alasan murid tidak senang. Yang paling tinggi adalah rindu ketemu dengan teman (40 persen).

Penyebab lainnya adalah bosan (20-26 persen), kurang paham instruksinya (19 persen), kendala internet (13-14 persen), dan susah konsentrasi (14-15 persen).

Sedangkan yang suka belajar di rumah, mereka punya tiga alasan, yaitu belajarnya santai (23 persen), waktunya fleksibel (11 persen), dan skill internet naik (10-15 persen).

Bicara soal skill yang naik, survei yang penulis lakukan bersama Direktur Youthlab, Muhammad Faisal, menemukan bahwa selama pandemi, 73 persen responden mendapatkan kemampuan baru.

Beberapa kemampuan baru tersebut ialah pengembangan diri, konten digital, dan menulis.

Kendala lain berasal dari sistemnya. Harus kita akui Indonesia masih kurang dalam pemerataan teknologi digital, sehingga tidak maksimal dalam PJJ-nya.

Tidak hanya soal infrastruktur, tetapi biaya yang harus dikeluarkan, seperti contohnya kuota internet.

Namun, solusi yang dikeluarkan Kemendikbud-ristek dengan memberikan subsidi kuota internet kepada siswa dan mahasiswa dan pelonggaran dana BOS meminimalisir mahalnya biaya PJJ.

Selain itu, masalah sumber daya manusia masih jadi kendala.

Namun, masalah-masalah yang telah disebutkan di atas hanya sementara, karena dengan tren teknologi yang terus berkembang, mendorong kita untuk terus belajar.

Ini menunjukkan betapa rakyat Indonesia sangat adaptif merespons situasi yang ada.

Ari Santoso Widodo, Direktur Pembelajaran Jarak Jauh LSPR, mengatakan bahwa Indonesia bisa beradaptasi dengan cepat.

Meskipun banyak kendala yang dihadapi, sampai sekarang kita mampu melakukan PJJ. Sebuah prestasi yang luar biasa di tengah keterbatasan kita. Artinya juga, rakyat Indonesia punya tingkat adaptabilitas yang sangat baik.

Selain itu, jika merujuk dari survei GSM, sebenarnya kita bisa melihat potensi dari PJJ. Kita bisa lihat alasan-alasan kenapa PJJ menyenangkan.

PJJ membuat belajar lebih fleksibel, karena kita bisa melakukannya di mana saja. Tidak terikat oleh tempat, sehingga belajar menjadi lebih menyenangkan.

Selain itu, dari fleksibilitas tersebut, PJJ melatih murid untuk bisa belajar mandiri, terlebih banyak industri yang mencari talenta yang mampu belajar mandiri.

Menurut survei dari The Harris Poll tahun 2021, sebanyak 83 persen perusahaan menginginkan talenta yang punya semangat belajar yang tinggi. PJJ bisa jadi sarana yang baik untuk melatih para generasi masa depan.

Dari sisi cost juga, Gunawardhana (2020) berargumen bahwa pendidikan jarak jauh mengurangi biaya dan bahkan bisa melayani lebih banyak murid.

Coursera, platform online learning yang materinya biasa diisi oleh pemateri dari universitas kelas dunia, mengalami peningkatan signifikan dari sisi enrolment dan pendaftar.

Dari segi pendaftar, Coursera mengalami peningkatan dari 44 juta, menjadi 71 juta tahun 2020 dan 92 juta tahun 2021.

Dari sisi enrolment, dari 43 juta tahun 2019, meningkat jadi 76 juta di tahun 2020. Peningkatannya hampir dua kali lipat. Di tahun 2021, angkanya naik lagi menjadi 189 juta.

Pendaftarnya pun berasal dari berbagai negara, mulai dari AS, India, Tiongkok, hingga Indonesia.

Keseluruhannya, PJJ punya potensi yang sangat besar. Bisa menerima banyak pelajar dari berbagai negara yang punya kemauan belajar yang tinggi. Bisa menimba ilmu tanpa kenal batas negara.

LSPR juga selama beberapa tahun terakhir berhasil menjaring 1.000 mahasiswa dari berbagai negara di lima benua. Ini juga buah dari pendidikan jarak jauh.

Karena itu, PJJ harus bisa dimanfaatkan oleh dunia pendidikan. Tentu, beberapa permasalahan yang muncul harus kita perbaiki dan kita bisa belajar dari negara lain.

Belajar dari negara lain

Beberapa tantangan yang kita temukan dari pelaksanaan PJJ bisa kita cari solusinya dengan belajar dari kebijakan PJJ negara lain.

Kita ambil contoh di Singapura, khususnya cara yang dilakukan oleh National University of Singapore (NUS) melakukan PJJ.

Persiapan NUS dapat dikatakan sangat komprehensif. Fung, et.al (2020) mengatakan, di tingkat universitas, dosen dan tenaga kependidikan dibekali dengan berbagai pelatihan terhadap berbagai bentuk pengajaran, termasuk face-to-face, workshop, dan lain sebagainya.

Pelatihan ini dibuat supaya para pendidik adaptif terhadap segala bentuk pengajaran.
Sebenarnya, tidak hanya di Singapura, di Rwanda juga demikian.

Menurut kajian World Bank (2020), pemerintah Rwanda melatih 5.000 Guru pada aspek IT supaya mereka bisa mengajarkannya kembali ke rekan-rekannya.

Lima ribu orang tersebut diharapkan dapat mentransfer ilmu yang telah mereka dapatkan. Jadinya, akan ada semakin banyak pendidik yang memahami IT dan pembelajaran bisa dilakukan lebih optimal.

Kembali lagi ke NUS, apa yang membedakan metode pembelajarannya dengan Indonesia adalah dari segi student-centric.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com