KOMPAS.com - Konflik Rusia-Ukraina masih menjadi pusat perhatian global karena belum juga usai. Hingga saat ini, perang antara keduanya masih berlangsung.
Merespons kondisi tersebut, Ikatan Alumni Fakultas Hukum (FH) UNAIR Jabodetabek mengadakan diskusi secara daring pada Sabtu (5/3/2022).
Baca juga: Pakar Politik UGM: Pemilu Ditunda Membuat Kemunduran Demokrasi
Sekretaris Ketua Wantimpres dan Alumnus FH Unair 1994 Begi Hersutanto Sekretaris membagikan perspektifnya terkait sub-diskusi berjudul "Peran PBB dalam Meredakan Konflik Rusia-Ukraina".
Begi menyampaikan, masyarakat perlu memahami hakikat PBB.
Dalam menyelesaikan konflik, PBB masih merupakan sarana terbaik bagi resolusi perdamaian.
Jika tidak ada PBB, maka situasinya akan makin anarkis.
"Kalau dulu sebelum masa PBB, ketika negara berkonflik situasinya pasti eskalasi atau militerisasi. Namun jika sudah ada norma-norma PBB yang sudah disepakati secara konsensus, maka muncul alat baru untuk pertahanan yaitu deterrent dan diplomacy," ucap Begi melansir laman Unair, Selasa (8/3/2022).
Dia menjelaskan, tekanan kepada para pembuat kebijakan dari pendukung Ukraina cukup tinggi.
Baca juga: Ikut SBMPTN 2022? Ini 10 Prodi Saintek dan Sohum Unair Paling Diminati
Mereka berusaha menekan agar pemerintah tidak hanya mengutuk, tetapi juga memberikan sanksi kepada Rusia.
Jika berpikir secara global, begitu Indonesia memproyeksikan sanksi terhadap Rusia, itu akan menunjukan keberpihakan.
Pertama, hal itu sudah menyalahi UUD dan politik luar negeri bebas aktif.
Kedua, ketika Indonesia sudah berpihak, global politik akan berubah sehingga, ekuilibrium (keseimbangan) kacau.
Begi juga memaparkan bahwa media-media saat ini kurang seimbang.
Kebanyakan dari media bercerita tentang keganasan militer Rusia di Ukraina, tetapi jarang sekali mendengarkan apa yang terjadi versi Rusia.
Dengan demikian, diperlukan level of analysis untuk memahami sesuatu.
Baca juga: Profesor Unair Ceritakan Lika-liku Vaksin Merah Putih
"Dalam setiap situasi konflik, kemungkinan yang terjadi tidak hanya eskalasi perang senjata, tetapi juga perang informasi. Jika kita mendalami masalah ini, kita harus berimbang terhadap dua pihak supaya tidak terjebak dalam arus propaganda perang informasi," tukas Begi.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.