SALAH satu sekolah yang ada di Bengkulu mengadakan sebuah project yang bernama Suara Demokrasi.
Tujuan dari project tersebut adalah ingin memberikan edukasi tentang bagaimana pelajar menggunakan hak pilihnya.
Project ini berkolaborasi dengan KPU Bengkulu Selatan mengadakan simulasi bagaimana pemilihan yang demokratis.
Project yang dilakukan oleh SMAN 3 Bengkulu Selatan merupakan bagian dari kurikulum prototipe, kurikulum yang sedang dikembangkan oleh Kemendikbudristek.
Kurikulum ini dibuat sebagai respons terhadap isu learning loss yang menjadi permasalahan pendidikan di Indonesia sekarang.
Selama pandemi COVID-19, banyak pelajar yang kurang mendapatkan akses belajar akibat kurangnya akses infrastruktur.
Kurikulum ini direncanakan akan menjadi kurikulum nasional tahun 2024. Sepanjang tahun 2021, sebanyak 2.500 sekolah yang tergabung sebagai sekolah penggerak telah mengimplementasikan kurikulum prototipe ini.
Tahun ini, semua sekolah punya kesempatan menerapkan kurikulum ini. Tentunya kita berharap bahwa semua sekolah akan menerapkannya melihat banyak keuntungan dari kurikulum prototipe.
Ketika berbicara pendidikan, negara yang paling sering menjadi rujukan adalah Finlandia.
Salah satu fitur pendidikan mereka yang cukup menarik adalah kebebasan untuk memilih mata pelajaran yang disukai.
Menurut Sahlberg (2015) dalam bukunya yang berjudul Finnish Lesson 2.0, di masa SMA, siswa diberikan keleluasaan untuk memilih mata pelajaran yang disukainya, sehingga membuat pembelajaran lebih fleksibel dan menyesuaikan dengan kecepatan belajar pelajar.
Artinya, pemilihan mata pelajaran tergantung pada sejauh mana peminatan pelajar dan aspirasi kariernya.
Fitur ini yang coba diadopsi oleh Indonesia melalui kurikulum prototipe sejak tahun 2021 yang dimulai dengan menghilangkan penjurusan (IPA, IPS, dan bahasa).
Sebagai revisi dari kurikulum 2013, kurikulum prototipe mencoba mengubah pola pembelajaran pendidikan di Indonesia di mana siswa menjadi lebih bebas untuk memilih mata pelajaran yang disukai dan diminati olehnya.
Kurikulum prototipe ini tetap mengharuskan pelajar untuk mengambil mata pelajaran wajib seperti Bahasa Indonesia, Bahasa Inggris, Matematika, Sejarah, Pendidikan Jasmani, PPKN, dan Pancasila.
Setelah memilih mata pelajaran wajib, pelajar bebas untuk memilih mata pelajaran yang disukai, mulai dari IPA, IPS, hingga bahasa.
Penerapan kurikulum ini menjadi angin segar bagi pelajar maupun pendidik yang memungkinkan fleksibilitas dalam belajar, sehingga mengurangi beban mata pelajaran yang harus dipelajari oleh pelajar selama mereka bersekolah.
Kebebasan memilih mata pelajaran ini membuat pelajar dapat merumuskan mata pelajaran apa yang sesuai dengan cita-cita mereka ke depannya.
Masih banyak hal-hal yang harus dimodifikasi dari segi implementasi. Namun, kurikulum ini bisa menjadi momentum dalam melakukan transformasi pendidikan di Indonesia, terlebih dengan dampak pandemi terhadap pembelajaran yang mengkhawatirkan.
Selama masa pandemi, menurut survei UNICEF 2020, sebanyak 38 persen pelajar kekurangan bimbingan dari pendidik yang selama ini masih menjadi sumber ilmu bagi pelajarnya.
Ditambah pula, 62 persen pelajar membutuhkan bantuan kuota internet. Hal ini berdampak pada kurangnya akses belajar sehingga menyebabkan learning loss yang dirasakan oleh pelajar.
Menurut data Lembaga Survey Nasional 2021, sebanyak 42 persen pelajar SMA sudah mulai bosan dengan belajar daring dan 31 persen bahkan sangat bosan.
Menurut penelitian dari Kemendikbudristek, Bank Dunia, dan UNICEF 2021, ada learning loss selama 5-6 bulan per tahun yang dirasakan pelajar.
Sebelum pandemi, ada dua tren karier anak muda: sektor ekonomi kreatif dan bisnis digital.
Dua tren ini mendapat dukungan dari pemerintah yang ingin mengakselerasi Indonesia sesuai semangat Revolusi Industri 4.0, sehingga mereka mendapatkan semangat untuk memulai karier di dua sektor itu.
Terlebih, anak muda saat ini juga kreatif, inovatif, dan digital native. Anak muda cocok berkarier di dua sektor itu.
Akan tetapi, ketika pandemi, sektor ekonomi kreatif berhenti beroperasi; industri hiburan menghentikan kegiatannya, kafe harus berjuang keras untuk bertahan.
Sektor ekonomi kreatif mengalami hiatus entah sampai berapa lama. Yang tersisa adalah sektor digital.
Ini pun diamini oleh temuan kami bahwa sebanyak 423 anak muda berpendapat bahwa sektor e-commerce akan mengalami pertumbuhan positif di masa COVID-19.
Di tempat kedua, 384 anak muda mengatakan bahwa sektor kesehatan masyarakat juga akan bertumbuh positif di masa COVID-19.
Alhasil, anak muda perlu beradaptasi dengan mempelajari skill baru yang relevan bagi tantangan zaman.
Namun begitu, seberjalannya pandemi, ada beberapa temuan menarik tentang aspirasi karier anak muda.
Berdasarkan survei antara saya dan Dr. Muhammad Faisal, kolaborasi Youthlab dan Rumah Millennials tentang bagaimana preferensi karier anak muda di masa pandemi ini, ada dua profesi yang akan dipilih oleh anak muda setelah krisis pandemi berakhir, yaitu karier di sektor kesehatan dan wirausaha.