Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Pakar UGM: Kasus Miliarder Tuban Jatuh Miskin Jangan Sampai Terulang

Kompas.com - 27/01/2022, 09:03 WIB
Sandra Desi Caesaria,
Ayunda Pininta Kasih

Tim Redaksi

KOMPAS.com - Usai mendapat ganti rugi dari penjualan tanah dan lahan untuk proyek pembangunan kilang minyak PT Pertamina tahun lalu, sejumlah warga desa di Sumurgeneng, Kecamatan Jenu, Tuban, Jawa Timur mendadak menjadi miliarder.

Setelah menerima uang banyak, mereka umumnya membeli mobil dan kebutuhan mewah lainnya. Bahkan, ada yang membeli tiga mobil, motor dan barang mewah lainnya begitu mendapatkan uang.

Sampai pada akhirnya, kampung di sekitar proyek kilang minyak viral sebagai desa miliarder.

Baca juga: 5 Alasan Pasangan Selingkuh, Ini Penjelasan Sosiolog Unair

Namun, setelah satu tahun berlalu, beberapa warga tersebut jatuh miskin karena tidak ada lagi sumber penghasilan yang mereka bisa dapatkan.

Sebelum kaya mendadak, mereka kebanyakan menggarap lahan pertaniannya untuk mata pencaharian. Kini mereka menyesal telah menjual tanahnya ke Pertamina.

Pakar Pembangunan Sosial dan Kesejahteraan, Fisipol Universitas Gadjah Mada (UGM), Hempri Suyatna, ikut menanggapi fenomena tersebut.

Munculnya warga miliarder yang tiba-tiba menjadi jatuh miskin, kata Hempri menunjukkan adanya fenomena culture shock atau gegar budaya yang tidak dapat dikelola dengan baik.

Menurutnya, masyarakat tidak siap menghadapi proses perubahan yang terjadi dan sayangnya tidak ada pendampingan dari pemerintah atau perusahaan di dalam mengelola uang ganti rugi tersebut.

“Budaya konsumtif dan budaya instan yang ada di masyarakat seringkali menyebabkan masyarakat tidak berpikir untuk jangka panjang,” kata Hempri, dilansir dari laman UGM.

Fenomena miliarder yang jatuh miskin ini bagi Hempri tidak hanya akan terjadi di Tuban.

Untuk itu, perlu diantisipasi untuk daerah-daerah lain yang mengalami ganti rugi lahan sebagai dampak dari proyek pembangunan.

Baca juga: Pakar Unair: 3 Cara Tingkatkan Imunitas Tubuh untuk Lawan Omicron

Selama ini, banyak kasus yang terjadi saat kompensasi ganti rugi lahan dianggap cukup selesai ketika masyarakat sudah menerima uang sebagai kompensasi tersebut.

“Tidak ada arahan dari pemerintah misalnya terkait penggunaan dana kompensasi tersebut. Akibatnya banyak masyarakat yang kemudian menggunakan dana tersebut untuk kepentingan konsumtif membeli mobil, rumah dan sebagainya," tambahnya.

Kalaupun membuka usaha seringkali kecenderungan hampir sama seperti membuka warung kelontong atau usaha dagang. "Padahal, masyarakat tidak memiliki bekal untuk itu sehingga mereka mengalami kegagalan di dalam merintis usaha,” jelasnya.

Mengantisipasi terulangnya kasus warga Sumurgeneng di Tuban ini, Hempri berpendapat sebaiknya perusahaan membantu masyarakat terdampak ini untuk tetap bisa bertahan.

Bisa saja dilakukan dengan pemberian keterampilan yang dapat mendorong masyarakat untuk merintis UMKM. Kasus di Tuban ini seharusnya bisa menjadi pelajaran untuk ke depannya.

Sebab, kasus-kasus pembebasan lahan baik yang dilakukan pemerintah maupun perusahaan harus memperhatikan dampak jangka panjang.

”Jangan sampai proyek-proyek pembangunan justru memarginalisasikan masyarakat kecil dengan munculnya masyarakat miskin dan pengangguran,” katanya.

Baca juga: Beasiswa S1 Jepang 2022: Kuliah Gratis, Tunjangan Rp 18 Juta Per Bulan

Selain itu, pemerintah maupun perusahaan dapat memberikan pendampingan manajemen keuangan dan membentuk mental masyarakat untuk berpikir jangka panjang.

Bahkan, kompensasi-kompensasi yang muncul mungkin tidak sekedar uang, akan tetapi program-program alih profesi, memberikan pelatihan dan keterampilan masyarakat dapat dilakukan untuk itu.

“Perusahaan dapat mengembangkan program-program tersebut melalui program Corporate Social Responsibility (CSR) mereka untuk mengembangkan program-program alih profesi ini,” pungkasnya.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com