Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Cegah Omicron, Dokter UGM Sarankan Sekolah Lakukan Tracing Acak

Kompas.com - 25/01/2022, 14:03 WIB
Sandra Desi Caesaria,
Ayunda Pininta Kasih

Tim Redaksi

KOMPAS.com - Kegiatan Pembelajaran Tatap Muka (PTM) 100 persen dilakukan sejak Januari 2022. Melalui Surat Keputusan Bersama (SKB) Empat Menteri mengenai penyelenggaraan pembelajaran di masa pandemi Covid-19 yang diterbitkan pada 21 Desember 2021 lalu, sekolah diwajibkan PTM 100 persen.

Di dalam aturan tercantum bahwa satuan pendidikan di wilayah PPKM (Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat) level 1 dan 2 bisa melaksanakan PTM dengan jumlah peserta didik 100 persen.

PTM 100 persen bisa dilakukan jika capaian vaksinasi dosis 2 pendidik dan tenaga kependidikan paling sedikit 80 persen.

Baca juga: Banyak Anak Dirawat karena Omicron, IDAI: Tahan Diri PTM 100 Persen

Dengan begitu, sekolah juga bisa menyelenggarakan PTM setiap hari dengan lama belajar paling banyak 6 jam pelajaran per hari.

Namun, jika capaian vaksinasi dosis 2 pendidik dan tenaga kependidikan di wilayah PPKM level 1 dan 2 berada di antara angka 50—80 persen, maka satuan pendidikan di wilayah tersebut hanya diperbolehkan menyelenggarakan PTM terbatas.

Dengan jumlah peserta didik 50 persen dari kapasitas ruang kelas. PTM terbatas di wilayah itu bisa diselenggarakan setiap hari, namun harus dilakukan bergantian sesuai dengan jadwal yang diatur sekolah berdasarkan jumlah siswa dan ketersediaan ruang kelas, dengan lama belajar maksimal enam jam pelajaran per hari.

Menanggapi hal itu, Ketua Pokja Genetik Fakultas Kedokteran, Kesehatan Masyarakat, dan Keperawatan (FKKMK) Universitas Gadjah Mada (UGM), Gunadi mengatakan kegiatan Pembelajaran Tatap Muka (PTM) 100 persen harus diikuti dengan upaya 3T (testing, tracing, dan treatment) oleh pemerintah.

Hal ini, agar tidak berdampak serius pada penularan varian Covid-19 terbaru, Omicron. Apalagi, saat ini ada anak-anak yang menunggu giliran vaksinasi pertama.

“Penyelenggaraan PTM 100 persen tentunya pemerintah dan stakeholder terkait sudah mempertimbangkannya, tetapi harus diikuti dengan 3T,” tuturnya, dilansir dari laman UGM.

Baca juga: Omicron Meluas, KPAI: Sekolah Tatap Muka 100 Persen Cukup Berisiko

Ia menegaskan langkah 3T sebaiknya dilakukan secara acak serta secara rutin kepada warga sekolah.

Dengan begitu diharapkan dapat memutus mata rantai penularan Covid-19 termasuk varian Omicron dengan kemampuan penyebaran lebih cepat daripada varian Delta.

“Karena gejala umumnya tidak berat, OTG jadi tidak tahu apakah anak-anak dan guru membawa virus atau tidak sehingga dilakukan testing secara acak dan berkala. Jangan menunggu ada klaster atau positif baru di-tracing ini terlambat,”paparnya.

Apabila tracing baru dilakukan saat muncul klaster di sekolah, lanjutnya, akan berpotensi menyebarkan virus secara lebih luas.

Bisa saja penularannya masuk ke dalam keluarga dan menjadi klaster baru. Namun, jika testing dapat dilakukan secara acak dan rutin akan menjadikan mitigasi Covid-19 lebih baik.

Baca juga: Sekolah Tatap Muka Dimulai, Ini Daftar Aturan Lengkap 2022

“Pendidikan tidak mungkin tidak berjalan. Kendati begitu, suatu kebijakan harus ada konsekuensi-konsekuensi yang harus dipenuhi pemerintah jangan sampai mengorbankan kesehatan anak-anak itu sendiri,” jelasnya.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com