Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Taufan Teguh Akbari
Dosen

Pengamat dan praktisi kepemudaan, komunikasi, kepemimpinan & komunitas. Saat ini mengemban amanah sebagai Wakil Rektor 3 IKB LSPR, Head of LSPR Leadership Centre, Chairman Millennial Berdaya Nusantara Foundation (Rumah Millennials), Pengurus Pusat Indonesia Forum & Konsultan SSS Communications.

Semesta Digital Metaverse Pendidikan di Indonesia

Kompas.com - 22/01/2022, 11:47 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

Bagaimana dengan Indonesia?

Jawabannya tergantung dari kesiapan infrastruktur digital dan keseriusan berbagai pihak mulai dari pengambil kebijakan hingga masyarakat melek digital di Indonesia.

Berbagai kemungkinan dapat terjadi, termasuk bagaimana metaverse kemudian dapat mendisrupsi tatanan pendidikan saat ini.

Saya pribadi yakin adopsi dan migrasi kehidupan ke metaverse akan lebih mudah dilakukan, mengingat mayoritas dari penduduk Indonesia adalah usia produktif yang melek teknologi.

Salah satu perusahaan rintisan metaverse milik kawan saya, Andes Rizky, Shinta VR yang didirikan tahun 2016 telah mencetak ribuan guru dan ratusan ambassador ‘virtual reality’ sejak tahun 2019.

Sudah digunakan oleh ratusan sekolah di 34 provinsi seluruh Indonesia.

Dampak kebermanfaatan Shinta VR untuk mengubah dunia pendidikan membuat Shinta VR sebagai perusahaan metaverse yang menjanjikan di Indonesia.

Satu lagi, perusahaan asli Indonesia, WIR Group yang hadir sejak 10 tahun lalu dalam teknologi ‘digital reality’, juga berhasil masuk dalam daftar Metaverse Companies to Watch tahun 2022 bersama Facebook (Meta), Microsoft dan Apple.

Saya berkeyakinan, Indonesia mampu menjadi pemain penting dan bersaing dalam perkembangan peradaban metaverse di dunia.

Setiap individu di generasi di berbagai negara memiliki tingkat literasi dan kemampuan ICT /e- literacy yang berbeda disesuaikan dengan kesiapan, kedewasaan dan kebutuhan hidup masyarakatnya.

Kajian ini dibahas melalui berbagai pembahasan dari ‘Personal Capability Maturity Model (P-CMM).

Metaverse memungkinkan hadirnya interaksi virtual antarpengajar dan peserta didik yang nantinya bisa menjadi ‘game-changer’ untuk praktik kegiatan belajar mengajar dalam institusi pendidikan.

Hadir sekolah atau kampus virtual. Hanya soal waktu saja.

Pengajar dan siswa berinteraksi melalui avatar dalam ruang kelas virtual tiga dimensi dengan pendekatan metafora dunia nyata.

Akan hadir masanya di mana kuliah tatap muka tidak dilakukan setiap hari, namun dilakukan dengan hybrid dengan konsep multiverse.

Pandemi COVID-19 mempermudah masyarakat Indonesia lebih akrab dalam mengadopsi berbagai terobosan teknologi ke depan.

Hal ini tentunya harus dilihat sebagai momentum oleh para pemikir muda Indonesia yang brilian.

Mereka harus bertindak sebagai inovator ulung yang dapat melihat momentum ini sebagai celah pengabdian kepada negara.

Misalnya, membuat perangkat virtual reality (VR)/ augmented reality (AR) sebagai produk buatan anak bangsa yang kualitasnya tidak kalah dengan luar negeri.

Saat ini satu perangkat AR/VR harganya sebesar 300-600 dollar AS. Tapi, bukan tidak mungkin para inovator bangsa membuat perangkat ini dengan harga yang lebih murah tapi kualitas yang lebih baik.

Ketika harganya semakin murah, metaverse semakin accessible untuk seluruh elemen lapisan masyarakat. Kita semua akan menikmati metaverse.

Memang harganya akan mahal di awal karena masih dalam tahap trial and error. Namun ke depan, harganya akan semakin turun hingga dalam tahap semuanya bisa membeli.

Terlebih, sekarang metaverse masih dalam tahap eksplorasi dan masih mencari formula yang tepat.

Meskipun demikian, pemerataan infrastruktur digital memang harus dilakukan, terutama di daerah 3T (terluar, tertinggal, dan terdepan).

Metaverse membutuhkan internet dengan kecepatan yang tinggi dan apabila Indonesia ingin membangun metaverse, akses dan kecepatan internet perlu ditingkatkan.

Kolaborasi lintas sektor perlu lebih digalakkan. Oleh karena itu, grand design pendidikan masa depan perlu dirumuskan menyesuaikan dengan dinamika dan perkembangan teknologi.

Apalagi pola belajar hybrid (kombinasi online dan offline) kemungkinkan akan menjadi pilihan.

Dengan kata lain, keseimbangan antara berada di dunia nyata dan digital perlu dijaga agar tidak menimbulkan adiksi terhadap virtual reality.

Hukum dan etika dalam pendidikan juga perlu menyesuaikan dengan kondisi yang ada. Dua hal ini penting untuk keberlangsungan pendidikan di dunia nyata maupun di dunia maya.

Perlu juga keseimbangan bagaimana kita belajar di dunia nyata maupun di dunia maya.

Karena, tujuan kita belajar adalah bagaimana kita berkontribusi untuk menyelesaikan masalah di dunia nyata.

Peran pendidik, baik guru, dosen serta tenaga kependidikan perlu didefinisikan sesuai dengan perkembangan yang terjadi. Guru dan dosen saat ini memang menjadi fasilitator.

Akan tetapi, kemungkinan berubah peran juga terbuka. Kita masih belum mengetahui bagaimana metaverse berdampak terhadap peran semua pihak.

Produktivitas penggunaan internet dalam pendidikan tercermin pada kenyataannya peserta didik mampu belajar dengan mudah dan mereka mau menerima tugas dengan hadirnya teknologi baru (Mura & Diamantini, 2014).

Semestar digital ‘metaverse’ adalah semesta kolaboratif. Selama ini kolaborasi nyata dan pemberdayaan masyarakat dapat dilakukan karena kita mengetahui apa yang terjadi di dunia nyata kita.

Pola pikir ini yang perlu dijaga agar inovasi yang dilakukan di metaverse memang bertujuan untuk memecahkan masalah nyata dunia global.

Perguruan tinggi yang melengkapi institusinya dengan infrastruktur digital yang mumpuni dan dijalankan dengan sumber daya manusia yang melek teknologi akan bertumbuh dan lahir sebagai pemimpin baru dalam dunia pendidikan.

Saya optimis bahwa dunia pendidikan Indonesia terus bisa beradaptasi dan menghasilkan kualitas sumber daya manusia yang berdaya saing global, kompetitif, inovatif dan berjiwa kewirausahaan ke depannya.

Kita semua punya peran untuk memastikan akses pendidikan yang merata bagi semua. Bukan hanya kementerian dan berbagai pihak berwenang, tetapi seluruh elemen masyarakat.

Termasuk Anda yang sedang membaca akhir dari artikel ini.

Apabila semua pihak hadir, turun tangan, bahu membahu, mampu serta mau berkolaborasi dan bersinergi aktif, kita bisa percaya diri membangun peradaban metaverse dunia Pendidikan ala Nusantara.

Bersiap-siaplah, lekas berbenah, beradaptasi ‘redefining value of education’ dengan menguatkan esensi pendidikan dan stay relevant!

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com