Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Kompas.com - 14/01/2022, 10:44 WIB
Ayunda Pininta Kasih

Penulis

KOMPAS.com - Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI) mengimbau berbagai pihak untuk menahan diri melanjutkan Pembelajaran Tatap Muka (PTM) 100 persen di tengah kasus Omiron yang kian meningkat.

Menurutnya, vaksinasi Covid untuk anak 6-11 tahun baru saja digulirkan pekan kedua Desember, sehingga semua anak baru mendapatkan satu dosis vaksin, bahkan ada yang belum mendapatkan dosis pertama.

Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI), Piprim Basarah Yanuarso mengatakan, PTM 100 persen pada anak-anak yang belum vaksinasi lengkap, terlebih pada anak-anak kecil yang belum begitu pandai melakukan protokol kesehatan 100 persen, dinilainya sangat mengkhawatirkan.

Baca juga: Kemendikbud Ristek Buka Rekrutmen 8.000 Guru Penggerak Angkatan 6

"Kita sebetulnya sudah senang laporan tiap cabang kasus menurun, situasi ini jika dipaksakan PTM 100 persen tanpa ada opsi lain, tanpa ada orpsi hybrid, selain bikin galau orangtua yang concern terhadap vaksinasi, usia PAUD belum vaksin sudah masuk sekolah, ini sesuatu yang perlu disikapi," ujarnya dalam diskusi daring IDAI.

Belum cukup bukti Omicron ringan

Menganggapi bahwa banyak yang menganggap Omicron ringan dan tingkat kematian kecil, Piprim mengatakan bahwa bagi IDAI anak-anak bukanlah persentase.

"Karena setiap anak segalanya bagi orangtuanya. Kita ingin bermain aman, masa untuk anak coba-coba. Buat kita kesehatan anak menjadi prioritas," ujarnya.

Sejalan dengan itu, Satuan Tugas (Satgas) IDAI, Yogi Prawira mengatakan bahwa saat membicarakan anak, maka tidak bisa diukur dengan angka-angka. Meski tingkat kematian di bawah 1 persen, tegas dia, namun jika yang kena adalah anak sendiri atau kerabat, maka itu menjadi 100 persen.

“Tolong jangan hanya bicara statistik dan persentase, bayangkan jika ini adalah anak kita, saudara kita," jelasnya.

Baca juga: Sekolah Tatap Muka di Tengah Omicron, IDAI Keluarkan Rekomendasi Baru

Terkait tingkat keparahan Omicron yang dianggap “ringan”, Yogi mengimbau semua pihak untuk belajar dari negara lain dan tidak asal percaya bahwa varian ini "ringan".

Sejak awal Januari 2022, Pusat Pengendalian dan Pencegahan Penyakit AS (CDC) menyebut varian Omicron memicu lonjakan kasus rawat inap pada anak-anak di Amerika Serikat. Salah satu faktor yang menyebabkan peningkatan kasus ini adalah mudahnya virus Omicron menyebar, terlebih selama periode libur Natal dan tahun baru (Nataru). Akibatnya, lebih banyak anak yang terpapar varian virus baru itu.

"Di Amerika, UK, Afrika, di India, itu kan kasusnya meningkat dengan cepat dan ternyata persentase anak-anak yang kena dan dirawat di RS lebih tinggi, dibandingkan varian-varian sebelumnya. Kita harus lebih hati-hati, jangan percaya saja bahwa Omicron ringan. Belum cukup bukti untuk menyatakan ini ringan. Faktanya, persentase anak-anak yang dirawat karena varian ini (Omicron) lebih besar proporsinya ketimbang sebelumnya," papar Yogi.

Yogi mengingatkan kembali bahwa sekolah adalah tepat untuk anak-anak yang sudah bisa patuh dan disiplin terhadap protokol kesehatan, bukan tempat anak-anak baru mulai belajar prokes.

"Bagi orangtua yang memutuskan untuk mengirim anak-anaknya ke sekolah, jangan lupa dibekali dengan ilmunya dulu, dan dilatihkan sebelum akhirnya mereka berangkat sekolah tatap muka," saran Yogi.

Baca juga: Beasiswa S1 Brunei 2022: Kuliah Gratis, Tunjangan Rp 6,7 Juta Per Bulan

Terkait waktu terbaik mulai sekolah tatap muka, Piprim mengimbau agar semua pihak bersabar dulu, menahan diri untuk PTM 100 persen dan menunggu situasi betul-betul aman.

"Euforia kemudian bikin kita lupa, jangan lupa Juli kemarin seperti apa hebohnya Indonesia. Kini, kita sudah tenang, sudah melandai, tapi ada lagi varian baru," ujarnya.

Piprim meminta berbagai pihak mengingat kembali bahwa kini ada aturan pemerintah yang baru pulang dari luar negeri begitu ketat, termasuk harus karantina 7 hari meski sudah swab.

"Kalau seketat itu perhatian kita kepada Omicron yang kita khawatirkan masuk, padahal sudah ada transmisi lokal, kenapa kemudian PTM 100 persen dibuka, menurut saya mendadak sekali keputusannya. Di sisi lain, Kemenkes mengeluarkan kewaspadaan Omicron, Satgas Covid mengeluarkan kebijakan yang sangat ketat dengan sangat ketat, PTM 100 persen seolah-seolah kontradiksi dengan aturan tadi," paparnya.

IDAI, lanjut dia, meminta bantuan dari orangtua untuk juga bersuara bahwa kesehatan adalah tanggung jawab bersama

"Kita sebagai masyarakat punya hak untuk bersuara sebagai pressure control untuk menekan supaya kebijakan pemerintah ini sama-sama nyaman bagi semua orang dan menjaga kesehatan kita semua," pungkas Piprim.

Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Lengkapi Profil
Lengkapi Profil

Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.

Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com