Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Inilah Temuan 2 Peneliti Peraih Nobel Kimia 2021 dan Manfaat Besarnya

Kompas.com - 01/12/2021, 10:58 WIB
Ayunda Pininta Kasih

Penulis

KOMPAS.com - Benjamin List dan David MacMillan merupakan dua ilmuwan terbaik dunia peraih Nobel Kimia 2021.

Keduanya berjasa besar dalam pengembangan katalisis baru yang disebut asymmetric organocatalysis atau katalis organik asimetrik.

Dosen Departemen Kimia Fakultas MIPA Universitas Padjadjaran, Yudha Prawira menjelaskan terkait dengan temuan tersebut.

Yudha memaparkan, katalis organik berperan besar untuk pengembangan sintesis obat-obatan terbaru, industri ramah lingkungan dan berkelanjutan, hingga pengembangan kimia hijau.

Bahkan, penemuan Benjamin dan David tersebut menyadarkan peneliti kimia bahwa ada sesuatu yang sederhana, mudah, dan aman yang luput dari pandangan.

Baca juga: 4 Ilmuwan Indonesia Raih Penghargaan Habibie Prize 2021, Ini Kiprahnya

“Orang-orang sebelumnya tidak bisa memprediksi bagaimana bisa molekul organik menjadi suatu katalis,” ungkapnya pada diskusi “Becermin pada Molekul: Nobel Kimia 2021” yang digelar Dewan Profesor Unpad secara virtual, seperti dilansir dari laman Unpad.

Ia mengatakan, katalis sendiri menyumbang peran besar dalam proses kimia sintetik. Penggunaan katalis telah menyumbang 35 persen Produk Domestik Bruto (PDB) dunia.

Dengan katalis, reaksi kimia akan berlangsung lebih cepat, mudah, dan banyak. Hampir 90 persen produk kimia komersial dihasilkan dari proses katalis.

Lebih lanjut Yudha menjelaskan, katalis organik dikembangkan untuk menggantikan dua katalis besar yang selama ini digunakan, yaitu katalis organometalik dan katalis enzim.

Pasalnya, meski katalis organometalik menghasilkan aktivitas katalisis yang tinggi serta punya beragam pilihan substrat, katalis ini menghasilkan polusi metal yang cukup besar.

Ketika orang-orang mencoba menghindari organometalik, penggunaan enzim menjadi alternatif. Namun, katalis jenis ini juga memiliki kekurangan. Salah satunya terbatasnya pilihan substrat.

Baca juga: Akademisi Unair Masuk Top 0,1 Persen Pakar Dunia Helicobacter Pylori

Karena itu, pada medio 1990-an, Benjamin dan David mengembangkan katalis organik. Ternyata, katalis jenis ini memiliki banyak keunggulan. Mulai dari penggunaan biaya yang tidak terlalu mahal, bebas toksik, lebih stabil, serta bisa diisolasi kembali dengan mudah.

Selain itu, prosesnya jauh lebih sederhana. Katalis ini juga tidak sensitif terhadap oksigen dan air, seperti halnya katalis metal yang sangat sensitif dan memerlukan proses maupun perangkat tambahan untuk memastikan tidak ada oksigen dan air di dalamnya.

Namun, katalis organik punya beberapa kekurangan dibanding organometalik. Utamanya pada waktu reaksi yang sedikit lama dibandingkan organometalik.

“Ini jadi tantangan bagaimana mempercepat reaksinya dari hitungan jam menjadi hitungan menit. Seperti organometalik, dalam setengah jam sudah selesai menciptakan produk obat-obatan,” jelasnya.

Baca juga: Peneliti Unair Hadirkan Produk Herbal Obati Gula Darah dan Kolesterol

Yudha mengatakan, selama ini peneliti kimia masih sulit membayangkan bagaimana bisa molekul organik bisa menjadi katalis, menyaingi organometalik yang lebih umum digunakan.
“Sulit dibayangkan bagaimana molekul yang kecil bisa menjadi katalis. Tetapi setelah baca berbagai penelitiannya, ini sangat menakjubkan,” ucapnya.

Dewasa ini, katalis organik sering digunakan untuk menghasilkan beragam obat-obatan terbaru, di antaranya dalam penanganan kanker, HIV, diabetes, maupun penyakit lainnya.
“Katalis organik akan terus digunakan untuk menggantikan katalis metal, yang mana hasilnya jauh lebih ramah lingkungan,” pungkasnya.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com