Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Anak Muda Rentan “Overthinking” dan Cemas, Ini Cara Mengatasinya

Kompas.com - 25/11/2021, 18:50 WIB
Ayunda Pininta Kasih

Penulis

KOMPAS.com - Menurut laporan UNICEF The State of the World’s Children 2021, sebanyak 1 dari 5 responden anak muda usia 15-24 tahun menyatakan sering merasa depresi yang berdampak pada rendahnya minat untuk berkegiatan.

Dari data yang sama, sebanyak 29 persen anak muda di Indonesia sering merasa tertekan dan memiliki sedikit minat untuk melakukan kegiatan.

Sementara itu, Perhimpunan Dokter Spesialis Kedokteran Jiwa Indonesia (PDSKJI) juga melalukan survei yang mendapati sebanyak 68 persen dari 1.522 responden mengaku mengalami gangguan kecemasan.

Kesehatan mental sendiri merupakan salah satu isu yang belum terselesaikan, bahkan secara global. Ditambah dengan situasi pandemi yang penuh ketidakpastian, masalah kesehatan mental berpotensi semakin berat untuk diselesaikan.

Baca juga: Psikolog UGM: Cara Bangun Support System untuk Kesehatan Mental

Talkinc ajak anak muda tetap bertumbuh dan sehat mental di tengah ketidakpastian

Erwin Parengkuan, Founder dan CEO Talkinc mengatakan, generasi muda yang didominasi oleh milenial dan Z memiliki karakter yang unik yakni idealis, kompetitif, aktualisasi diri yang tinggi, dan ambisius.

Namun, ia juga mengatakan bahwa generasi muda juga berpotensi mengalami krisis dari dalam diri sehingga menimbulkan rasa kecemasan.

"Mereka adalah generasi yang penuh kreativitas dan ide-ide besar. Karena keunikan karakteristiknya, mereka punya tantangan tersendiri yakni adanya krisis dari dalam diri sehingga menimbulkan rasa kecemasan. Situasi ini diperberat dengan adanya pandemi Covid-19 berkepanjangan, sehingga berdampak pada kehidupan mereka sehari-hari," paparnya secara daring, Kamis (25/11/2021).

Terlebih, Erwin mengingatkan bahwa dunia sudah jauh berubah. Dunia juga bergerak dengan cepat terlebih pasca pandemi.

Baca juga: Beasiswa S2 di Swedia 2022, Kuliah Gratis dan Uang Saku Rp 15 Juta Per Bulan

Menurutnya, anak muda harus menyiapkan diri menghadapi era VUCA (volatility, uncertainty, complexity and ambiguity) yang identik dengan perubahan, ketidakpastian, kompleksitas, dan ambiguitas. Namun, juga dituntut untuk lebih tenang dan mengevaluasi diri.

Peduli akan situasi ini, ia mengatakan Talkinc turut ambil bagian dalam mengatasi gangguan kecemasan dengan memberikan edukasi melalui pelatihan webinar, sehingga diharapkan mampu memberikan dorongan kepada generasi muda untuk dapat menggali potensi diri yang lebih dalam untuk mendobrak batasan imajinasi.

Wujud komitmen Talkinc dalam menyuarakan semangat bagi masa depan mental dan Pendidikan anak-anak di Indonesia salah satunya melalui donasi kepada SOS Children’s Villages sebesar Rp 50 juta.

“Mari bersama-sama kita ciptakan lingkungan yang sehat dan pola hidup seimbang untuk menjaga kesehatan mental. Melalui mental yang sehat, diharapkan generasi muda siap menyambut Indonesia Emas 2045 dengan menghadirkan imajinasi tanpa batas” tambah Erwin.

Cara mengurangi "overthinking" dan gangguan kecemasan

Overthinking atau berpikir berlebihan tentang masa depan menjadi salah satu penyebab munculnya gangguan cemas.

Tara de Thouars selaku Psikolog Klinis memaparkan bahwa kecemasan dapat diukur dari beberapa faktor seperti rasa kebingungan, banyak pertanyaan, keraguan, merasa di posisi yang tidak aman dan membandingkan kehidupan.

Baca juga: 7 Tanda Anak Cerdas dan Berpotensi Punya IQ Tinggi

Penderita gangguan kecemasan juga berdampak pada berkurangnya rasa percaya diri, mudah marah, stres, sulit berkonsentrasi dan menjadi penyendiri.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com