Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Pakar UGM: La Nina Datang Lagi, Masyarakat Perlu Waspada Dua Hal Ini

Kompas.com - 25/11/2021, 18:00 WIB
Sandra Desi Caesaria,
Ayunda Pininta Kasih

Tim Redaksi

KOMPAS.com - Hampir setiap tahun, Indonesia mengalami fenomena alam La Nina. La Nina sendiri adalah fenomena peningkatan suhu permukaan laut di Samudra Pasifik bagian barat sehingga berdampak terjadi pergerakan massa di kawasan tersebut termasuk Indonesia dan Asia Tenggara.

Peningkatan suhu ini, membawa banyak uap yang menghasilkan hujan dengan intensitas yang lebih tinggi. Saat ini Indonesia sedang mengalami musim penghujan dan adanya La Nina justru meningkatkan peluang terjadinya hujan yang cukup tinggi.

Baca juga: Epidemiolog UGM: Musim Hujan, Waspada Tiga Penyakit yang Muncul

Menjelang akhir tahun, Indonesia diprediksi akan menghadapi La Nina. Sehingga, masyarakat harus waspada akan dua hal dampak dari La Nina. Yakni bencana banjir dan tanah longsor. Oleh karena itu, pemerintah pusat dan daerah serta masyarakat harus waspada akan dampak bencana tersebut.

Hal tersebut dipaparkan oleh pakar Iklim dan Bencana Universitas Gadjah Mada (UGM), Emilya Nurjani. Ia mengatakan dampak yang dirasakan adanya La Nina ini adalah hujan yang cukup tinggi bahkan di beberapa tempat menghasilkan hujan ekstrem di atas 100 mm/hari.

Sehingga dapat menimbulkan beberapa bencana antara lain banjir, longsor yang biasa disebut sebagai bencana Hidrometeorologis.

Baca juga: Begini Upaya Antisipasi Bencana Saat Hujan Lebat dari Pakar Iklim UGM

Meski La Nina merupakan fenomena iklim dengan siklus tahunan per 2, 3, 5, 7 tahunan sekali, menurutnya bukan hanya La Nina saja, bila ada siklon, maka potensi curah hujan yang turun di wilayah Indonesia akan tinggi dan berisiko menciptakan bencana.

“Siklon juga menambah bencana gelombang tinggi di pesisir dan gelombang badai,” ujarnya, dilansir dari laman UGM.

Ia menyebutkan diperkirakan hampir semua wilayah Indonesia terkena dampak La Nina, namun dengan tingkat risikonya tidak sama.

Bila terjadi siklon maka mempunyai potensi dampak hingga wilayah 500 km dari pusat siklon dan karena siklon terbentuk di lautan, dampak langsung memang bagi wilayah pesisir.

“Wilayah lain yang masih terpengaruh oleh jarak dari pusat siklon juga akan terpengaruh,” katanya.

Untuk wilayah-wilayah yang rawan memiliki potensi banjir dan longsor menurutnya seharusnya sudah melakukan mitigasi saat Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) mulai mengeluarkan prediksi.

Baca juga: Cara Ampuh Usir Tikus di Rumah ala Ahli Tikus IPB

Setiap ada curah hujan lebat, penduduk sudah harus melakukan evakuasi ke tempat yang aman yang sudah disediakan oleh pemerintah setempat.

“Perlu ada ronda malam untuk antisipasi banjir dan longsor sehingga cepat diketahui. Tetapi kalau di wilayah tersebut sudah ada alat alarm bencana longsor maka diikuti saja bunyi sirine bencananya,” katanya.

Menanggapi kebijakan pemerintah melalui Kementerian PUPR yang akan mengosongkan ratusan waduk dan bendungan untuk menampung hujan yang datang.

Caranya, mengurangi volume air, menurutnya tidak begitu efektif sebab kondisi banyak waduk dan bendungan sekarang ini posisi ketinggian airnya sudah di titik terendah kecuali waduk-waduk besar.

“Apalagi yang mau dibuang? Kalau prinsip saya, volume waduk tidak dibuang semua, tetapi dikurangi per kejadian hujan. Jadi, dihitung volume angka aman yang harus dipertahankan. Begitu hujan tinggi maka pintu waduk dibuka dan volume dikurangi sedikit demi sedikit menyesuaikan hujan yang masuk,” paparnya.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com