Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Berry Manurung
Penulis

Hobi nulis di berbagai media daring nasional dan lokal. Penulis dua buah buku yaitu Nulis Aja Kok Repot dan Daya Ungkit Bonus Demografi Indonesia. 

Sesat Pikir Seks Bebas dan Pernikahan Dini

Kompas.com - 20/11/2021, 20:07 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

KOMPAS.com - Heboh pemberitaan mengenai frasa “tanpa persetujuan korban” dalam Peraturan Mendikbudristek Nomor 30 Tahun 2021 yang ditafsirkan melegalkan perzinaan, sepertinya akan terus berlanjut.

Dengan nalar sehat, kita dapat menangkap tujuan dari aturan tersebut berfokus pada penindakan dan pencegahan kekerasan seksual yang selama ini korban terlihat tidak terlindungi bahkan dikesankan justru bersalah dengan label-label “sesat dan negatif bahwa terjadinya pelecehan seksual terjadi karena terlalu seksi atau menggoda.

Padahal, jelas perilaku tersebut melanggar moral dan kini disahkan sebagai pelanggaran hukum.

Kita tentu saja berharap polemik ini segera berakhir dan menyadarkan pihak-pihak yang merasa “benar” bisa menerima aturan ini denga legawa karena ini menyangkut pelecehan yang sudah menjadi rahasia umum acap kali terjadi di lingkungan pendidikan.

Di balik perdebatan aturan pelecehan seksual di atas, sebenarnya saya lebih tertarik mengingatkan publik akan bahaya yang lebih besar lagi yaitu pernikahan dini.

Mungkin Anda masih ingat promosi pernikahan dini yang di kelola Aisha Weddings lewat situsnya, belum lama ini.

Hal ini menjadi terlihat seperti sebuah kejahatan trafficking human karena mengiming-imingi kejahteraaan (uang) untuk menikah siri tanpa hak yang dilindungi undang-undang yang cukup.

Baca juga: Pernikahan Dini Meningkat Selama Pandemi, BKKBN Gencarkan Edukasi Reproduksi

Salain itu, penawaran "promosi" ini juga seolah menjadi modus kejahatan yang merendahkan harkat wanita dan mengajak para wanita untuk segera menikah dengan alasan perintah Tuhan yaitu dengan menterjemahkannya dengan vulgar lewat kata-kata "semua wanita muslim ingin bertaqwa dan taat kepada Allah SWT dan suaminya. Untuk berkenan di mata Allah dan suami , Anda harus menikah pada usia 12-21 tahun dan tidak boleh lebih."

Pertanyaannya, mengapa pendiri situs tersebut berani dan memperkuat klaimnya dengan kalimat yang seolah-olah suci dan mengesankan hanya dengan pernikahanlah kadar ketaqwaan dan lepas dari penderitaan hidup dapat terwujud?

Bahkan tanpa tedeng-aling juga terlihat serius dengan mengakali undang-undang pernikahan dengan cukup pernikahan siri alias tidak dicatat oleh negara dan hanya sah oleh beberapa saksi.

Celakanya lagi, pernikahan siri juga sering kita dengar menjadi siasat licik yang dimanfaatkan lelaki “hidung belang” untuk tidak bertanggung jawab terhadap anak yang sangat mungkin lahir dan cenderung tidak ada perencanaan serius mempersiapkan masa depannya.

Abai dalam hak hidup anak dan berbagai kewajibannya.

Dalam hal ini, bukan saja anak menjadi korban, tapi seorang wanita yang telah menjadi istri kehilangan kesempatannya dalam menata kehidupan yang lebih terukur dan baik karena dianggap hanya “pabrik” anak dan pemuas birahi lelaki dengan dogma sesat.

Pemerintah sebenarnya telah mengeluarkan aturan tegas yaitu undang undang perkawinan nomor 16 tahun 2019 yang menyatakan syarat perkawinan bagi laki-laki dan wanita minimal 19 tahun.

Sebelumnya, batas usia pernikahan wanita cukup 16 tahun dan pria 19 tahun yang tercantum pada UU nomor 1 tahun 1974.

Karena itu, kita berharap peristiwa ini jangan terulang kembali karena bukan saja melecehkan peran wanita yang seolah dijadikan “produk” namun juga mencoreng legitimasi pemerintah dalam mengatur hak dan kewajiban warga.

Menghadapi tantangan bonus demografi

Seperti kita ketahui, Indonesia memiliki potensi bonus demografi yang membentuk struktur kependudukan usia produktif rentang usia muda 15 tahun hingga 34 tahun dengan jumlah sekitar 100 juta jiwa.

Prof. Fasli Jalal yang pernah menjabat Kepala Badan Kependudukan dan Kekeluargaan Nasional (BKKBN) dan wakil Menteri Pendidikan memaparkan dengan bernas bahwa optimalisasi bonus demografi hanya bisa dicapai dengan sumber daya manusia (SDM ) yang berkualitas alias kompeten sehingga bursa tenaga kerja industri dan skala menengah mampu menyerapnya.

Hal tersebut masih juga merupakan tantangan di Indonesia, jika kita mengacu pada data tahun 2019 sebelum pandemi, angka pengangguran terbesar justru masih menjadi masalah pelik yaitu mendekati angka 900 ribu jiwa dari sekitar 6,82 juta pengangguran justru terindikasi jebolan diploma (6,9 persen ) dan sarjana (6,2 persen ).

Lebih miris lagi, dari sekitar 136,1 juta jiwa jumlah angkatan kerja berusia produktif, 79 juta jiwa atau 58 persen hanya memiliki strata pendidikan setingkat sekolah menengah pertama!

Mau dibawa kemana visi Indonesia Emas tahun 2045, jika kualitas SDM belum mumpuni dan masih di tambah pula dengan pernikahan dini, yang tentu saja jika dibiarkan akan melahirkan anak-anak yang jauh dari pendidikan dan pekerjaan layak.

Baca juga: Pernikahan Dini Masih Tinggi, Pakar IPB Jelaskan Penyebab dan Risikonya

Syarat lainnya, optimalisasi bonus demografi, negara harus mampu menarik usia produktif kaum wanita untuk berani terjun langsung dalam dunia kerja sehingga peran wanita aktif meningkatkan produktivitas sehingga ekonomi lebih berdaya.

Hal ini tentu saja juga berpengaruh pada tabungan warga yang bertumbuh karena wanita bekerja akan cukup signifikan meningkatkan pemasukan keluarga selain dari pendapatan pekerjaan suami.

Akan banyak dampak positif dari income ganda dari keluarga yang semakin surplus yaitu kualitas pendidikan, kesehatan dan tentu saja kesejahteraan.

Karena itu, pemerintah jangan menganggap sepele promosi pernikahan dini oleh pihak-pihak yang tidak bertanggung jawab dan seolah-olah membenarkan tujuannya dengan dalih agama.

Juga bukan tidak mungkin promosi pernikahan dini sudah banyak terjadi pula dengan senyap di akar rumput, tanpa iklan, word of mouth atau hanya diketahui segelintir pihak.

Pihak-pihak tercela tersebut, yang jelas-jelas terang benderang tidak mematuhi hukum dan mengakali hukum, serta melecehkan derajat wanita dengan pernikahan siri.

Baca juga: Pakar Unair: Sinetron Zahra Sadarkan Masyarakat Bahaya Pernikahan Dini

Dalam skala nasional, bukan tidak mungkin, jika peristiwa tersebut dibiarkan akan berpengaruh pada kemajuan peradaban dan ekonomi bangsa di masa depan.

Jika pikiran akal sehat kolektif kita setuju, keluarga berkualitas harus didukung dengan usia yang pantas, serta pendidikan dan mental yang layak.

Hal ini akan menjadi "tangga awal" lahirnya sumber daya manusia berkualitas. Indonesia Emas 2045 hanya bisa dimulai dengan penindakan tegas kepada "makelar" pernikahan dini.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com