Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Hendra Kurniawan, M.Pd.
Dosen Universitas Sanata Dharma

Dosen Pendidikan Sejarah Universitas Sanata Dharma, Mahasiswa S3 Pendidikan Sejarah Universitas Pendidikan Indonesia. 

 

Pahlawan dan Pelaku Zaman

Kompas.com - 19/11/2021, 21:42 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

Oleh: Hendra Kurniawan*

KEPAHLAWANAN jamak menjadi topik kajian dalam pembelajaran sejarah di sekolah. Kendati sejatinya sejarah tidak hanya bicara tentang perang dan pahlawan. Sejarah terlalu miskin jika hanya bicara seputar itu.

Kajian sejarah begitu luas dan terbuka, meliputi setiap dinamika kehidupan umat manusia. Memang harus diakui hanya peristiwa penting dan berdampak saja yang diangkat secara resmi sebagai sejarah nasional.

Itu pun dengan interpretasi yang diyakini negara sebagai official history yang merupakan suatu kebijakan politik. Official history inilah yang menjadi school history yang disampaikan untuk pembelajaran sejarah di sekolah.

Baca juga: Polsuska, Pahlawan Penjaga Keamanan dan Ketertiban Kereta Api Indonesia

Materi-materi pilihan dengan interpretasi tertentu yang menyusun grand narrative sejarah nasional itu dianggap sebagai the best story bagi bangsa. Menurut Seixas (2000) kecenderungan ini berorientasi pada enhancing collective memory bagi generasi muda bangsa.

Maka, dalam konteks ini tidak sembarang orang dapat disebut sebagai pahlawan karena secara legal formal ada persyaratan tertentu yang harus dipenuhi.

Itu pun tidak semua kisah pahlawan yang ada dituliskan dalam buku teks sejarah. Tidak mungkin pula semua pahlawan dibicarakan dalam pembelajaran sejarah di sekolah.

Kontekstual

Pandangan klasik menganggap pembelajaran sejarah penuh hafalan fakta dan tidak berkembang. Guru sejarah dengan pandangan semacam itu akan membawakan pembelajaran sejarah secara konvensional dan berkutat pada peristiwa politik masa lalu.

Kepahlawanan pun dihadirkan pada sosok-sosok yang gugur mulia dalam perang maupun para pemimpin politik yang berjasa bagi negara. Padahal semua tentunya sepakat, pembelajaran sejarah begitu penting sehingga harus hadir secara bermakna bagi siswa.

Baca juga: 4 Tokoh yang Mendapat Gelar Pahlawan Nasional dari Jokowi

Makna ini akan semakin erat jika dihubungkan dengan konteks siswa. Kepahlawanan juga akan semakin bermakna ketika didekatkan dengan keseharian siswa.

Pada zaman sekarang, tidak semua tokoh pahlawan dengan mudah dikenali dan diidolakan siswa. Pahlawan yang mengambil peran nasional memang umumnya cukup dikenal, namun tidak demikian dengan pahlawan yang lebih mewakili kedaerahan.

Tokoh pahlawan daerah boleh jadi akan lebih diakrabi siswa di daerahnya. Akan tetapi tidak semua daerah, sampai tingkat yang terkecil, memiliki tokoh yang diakui sebagai pahlawan secara resmi oleh negara.

Kendati di daerah tersebut sebenarnya didapati sosok-sosok yang berjasa bagi masyarakatnya. Mereka ini sangat berpeluang untuk dikenal dan diteladani oleh siswa sebagai pahlawan melalui pembelajaran sejarah.

Pelaku zaman

Guru sejarah yang kreatif berusaha memasukkan isu-isu yang relevan dengan siswa dan menjawab kebutuhan zaman. Guru dapat menghadirkan sosok-sosok yang dekat dengan siswa untuk memahami makna pahlawan.

Jiwa kepahlawanan bisa ditemukan dalam diri siapa saja bahkan mereka yang termarginalkan. Orangtua, kakek-nenek, guru, pemerhati lingkungan hidup, bahkan siswa sendiri dapat menjadi sumber belajar untuk mengerti makna pahlawan.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com