Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Kompas.com - 19/11/2021, 13:49 WIB
Albertus Adit

Penulis

KOMPAS.com - Belum lama ini, Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbud Ristek) mengeluarkan Permendikbud Ristek Nomor 30 Tahun 2021.

Isinya tentang Pencegahan dan Penanganan Kekerasan Seksual (PPKS) di Lingkungan Perguruan Tinggi. Untuk mendukung Permen PPKS itu, Mendikbud Ristek Nadiem Makarim juga meluncurkan Merdeka Belajar Episode Keempat Belas secara daring, Jumat (12/11/2021).

Episode keempat belas itu mengenai Kampus Merdeka dari Kekerasan Seksual. Harapannya setiap kampus di Indonesia harus merdeka dari segala bentuk kekerasan dan menjadi lingkungan yang kondusif bagi mahasiswa untuk mengembangkan potensinya.

Baca juga: Kampus Merdeka dari Kekerasan Seksual, Ini 4 Tujuan Permen PPKS

Agar kampus terbebas dari kekerasan seksual, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan (FPIK) IPB University menggelar edukasi pencegahan kekerasan seksual dan perundungan secara daring, Rabu (17/11/2021).

Sebagai salah satu bentuk keamanan kampus, sangat penting bagi warganya untuk memahami bentuk dari kekerasan seksual dan perundungan serta cara menghadapinya.

Menurut Dekan FPIK IPB University, Dr. Fredinan Yulianda, harus dibangun sistem interaksi yang aman dan kondusif. Ia juga menegaskan, potensi yang mengarah pada penyimpangan dalam proses interaksi sebisa mungkin dicegah.

"Dengan demikian, kegiatan akademik bisa berjalan maksimal sesuai dengan tujuannya," ujar Dr. Fredinan seperti dikutip dari laman IPB, Kamis (18/11/2021).

Sering dianggap sepele

Pada acara tersebut menghadirkan narasumber Nuran Abdat, psikolog dari RS Ummi Bogor. Menurut Nuran Abdat, kekerasan seksual bisa berupa ucapan, isyarat, fisik, visual, tindakan fisik, maupun secara psikologis atau mental.

"Pelecehan seksual bisa dilakukan oleh siapapun dan kepada siapapun. Catcalling adalah salah satu pelecehan seksual secara verbal," tuturnya.

Dijelaskan, kekerasan atau pelecehan seksual dan perundungan terus ada di masyarakat karena kurangnya edukasi dan kesadaran masyarakat.

Ia juga menyebut, tindakan yang tergolong pelecehan seksual kerap dianggap sepele karena sudah menjadi kebiasaan umum, meskipun korban yang mendapat perlakuan merasa tidak nyaman.

Baca juga: Bikin Miris, Seperti Ini Contoh Kasus Kekerasan Seksual di Kampus

"Tak jarang korban justru dianggap berlebihan dalam menanggapi perlakuan yang sebetulnya memang sudah digolongkan dalam pelecehan seksual. Terutama jika pelecehan hanya dilakukan dalam bentuk verbal atau isyarat yang kemudian berlindung di balik kata bergurau," terang Nuran.

Menurutnya, permisifisme atau pembiaran masyarakat inilah yang membuat para korban menjadi semakin tidak berdaya.

Pada beberapa kasus, korban pelecehan seksual tidak dapat berkutik saat kejadian, hal tersebut karena korban mengalami shock sehingga gerak motoriknya menjadi terhambat dan menyebabkan korban menjadi freeze.

"Dalam kondisi ini maka dibutuhkan peran aktif dari saksi untuk memberikan bantuan," ucapnya.

Karena itu dia menekankan tentang pentingnya memahami batasan sehat dalam lingkungan. Ia juga menegaskan apabila batasan tersebut dilanggar, maka seorang individu harus yakin untuk mengatakan penolakan maupun perlawanan dengan tegas.

"Pemahaman tentang Batasan sehat akan dimiliki melalui edukasi, sehingga penting untuk melakukan edukasi kepada orang-orang yang disayang agar terhindar dari kekerasan seksual," jelas Nuran.

Langkah-langkah menolong korban

Pada kesempatan itu, Nuran memberi langkah-langkah yang bisa dilakukan oleh para saksi untuk menolong korban kekerasan seksual atau pun perundungan. Langkah tersebut terangkum dalam 5D yang terdiri dari:

1. Direct: menegur langsung pelaku dengan sikap yang jelas dan tegas.

2. Distract: dengan segera memindahkan korban kepada aktivitas lain untuk menghindari pelaku.

3. Delegate: dilakukan dengan cara mencari bantuan kepada pihak ketiga yang dianggap lebih mampu menghentikan situasi yang terjadi.

4. Delay: dilakukan dengan menunggu hingga keadaan lebih kondusif untuk kemudian berbicara kepada korban mengenai kejadian yang menimpanya.

5. Document: saksi mengupayakan untuk mendokumentasikan kejadian. Dokumentasi ini dapat berupa rekaman suara, video, maupun foto sebagai bukti telah terjadinya kekerasan seksual.

Baca juga: Nadiem: Jika Ada Laporan Kekerasan Seksual, Kampus Wajib Lakukan 4 Hal Ini

"Untuk institusi pendidikan, dapat mengambil langkah berupa penyediaan konselor serta perangkat aturan serta hukum yang tegas kepada para pelaku kekerasan seksual," tegas Nuran.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com