Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Taufan Teguh Akbari
Dosen

Pengamat dan praktisi kepemudaan, komunikasi, kepemimpinan & komunitas. Saat ini mengemban amanah sebagai Wakil Rektor 3 IKB LSPR, Head of LSPR Leadership Centre, Chairman Millennial Berdaya Nusantara Foundation (Rumah Millennials), Pengurus Pusat Indonesia Forum & Konsultan SSS Communications.

Tantangan dan Seni Mendidik Generasi Z

Kompas.com - 08/11/2021, 10:42 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

KOMPAS.com - Generasi Z saat ini memenuhi ruang kelas baik itu di SMA maupun perkuliahan. Bahkan generasi z senior saat ini sudah mulai masuk dunia professional sebagai pekerja professional, pengusaha, pekerja seni dan berbagai pilihan karir menarik masa kini.

Generasi kelahiran 1996 – 2010 ini menjadi digital native yang membuat mereka memiliki karaktertistik yang unik. Menurut data BPS 2020, generasi Z berjumlah 75,5 juta atau 27.94 persen dari total jumlah 272 Juta penduduk Indonesia.

Belum lagi, milenial yang berusia paling muda 26 tahun hingga 38 tahun ditahun 2021, berjumlah 70 juta (25.87 persen). Terakhir dari kelompok usia produktif adalah post gen Z berjumlah 29.4 juta yang saat ini mulai masuk ke bangku SMP dan SMA ditahun 2021.

Total generasi produktif Indonesia sejumlah kurang lebih 175 juta jiwa. Angka yang sangat besar dan menjanjikan untuk membuat Indonesia naik kelas dimasa depan!

Generasi Z merupakan generasi paling beruntung saat ini, mereka adalah penghuni asli dari dunia digital.

Dibesarkan di lingkungan yang serba digital membuat orientasi, gaya hidup, dan gaya belajar mereka berbeda. Khususnya gaya belajar, pendidik harus menyesuaikan dengan karakteristik generasi Z.

Bahkan Sebagian besar kelompok guru dan dosen dari Generasi Z saat ini berasal dari Generasi Millennial. Muda ketemu muda. Cepat ketemu cepat.

Mereka mobile, cepat belajar dan merupakan generasi yang paling well educated karena peran dari digitalisasi informasi saat ini. Merekapun merupakan generasi yang terbuka dan tentunya kritis terhadap apapun yang ada disekitar.

Generasi Z sangat terhubung dengan berbagai informasi platform saat ini. Mereka memiliki koneksi yang luas karena mampu berkomunikasi dengan siapapun dan berinteraksi dengan siapapun sesuai dengan keinginannya.

Kondisi ini menjadi pekerjaan rumah bagi para pendidik untuk mengetahui bagaimana pendekatan yang tepat agar generasi Z memiliki semangat untuk belajar dan menggali pengetahuan.

Generasi ini memang berbeda dari yang lain sehingga perlu ada treatment khusus. Tetapi, selama kita mengetahui karakter dan gaya belajar mereka, setiap pendidik pasti memiliki jalan keluarnya masing-masing.

Pandemi dan karakter Gen Z 

Pandemi tentunya sangat berperan besar dalam mempengaruhi karakteristik dari generasi Z semula mereka terbiasa dengan situasi kondisi terbuka bebas cepat tidak terbatas dan dinamis.

Seketika pandemi memaksa mereka harus beradaptasi, dunia menjadi melambat, serba tertutup, terbatas, akses penuh dengan keterbatasan sehingga membuat banyak generasi Z yang juga sering disebut dengan generasi pandemials ini merasa frustasi dan cemas.

Salah satu faktor yang diamati oleh penulis adalah mengenai gaya belajar mereka saat pandemi, tentunya dengan keterbatasan fasilitas belajar tentunya menjadi tantangan tersendiri juga tidak hanya kepada peserta didik namun kepada namun ini berdampak juga terhadap gaya mengajar dari para pendidik baik itu guru ataupun dosen.

Pendidik generasi ini, harus dan perlu mampu cepat beradaptasi tidak hanya dalam penggunaan perangkat teknologi namun pendekatan secara personal memahami aspek psikologi dari peserta didik dan tentunya perlu mengedepankan empati dalam proses belajar mengajar.

Mari kita sedikit kembali menyelami bagaimana karakter generasi Z, McKinsey 2018 lalu memberikan analisis yang komprehensif tentang karakter generasi Z. Mereka menganalisis karakter generasi Z menjadi tiga bagian.

Bagian pertama, yaitu konteks. Konteks di sini maksudnya adalah bagaimana karakter generasi Z di masa sekarang. Generasi Z bisa dideskripsikan sebagai digital native, berjejaring sosial, dan punya mobilitas.

Apabila bicara sikap, ada empat karakter yang menjadi ciri khas gen-Z: mereka memiliki banyak jati diri, communaholic dan punya toleransi terhadap perbedaan, lebih suka pada dialog dibandingkan konfrontasi, dan realistis.

Dari sudut pandang konsumsi, mereka ini mengedepankan keunikan, akses tanpa batas, dan memperhatikan kesesuaian antara brand yang dibentuk dan values dari perusahaan.

Sekiranya, satu kata yang dapat menggambarkan generasi Z adalah bahwa mereka adalah technological savvy. Mereka hidup di dunia yang serba digital sehingga mereka sangat fluent menggunakan teknologi.

Selain itu, karena mereka termasuk communaholic, generasi Z menjadi generasi yang interaktif dan komunikatif, terutama di media sosial. Sprout Social tahun 2021 menemukan bahwa 66 persen generasi Z menganggap media sosial adalah bagian penting dalam hidup mereka.

YPulse tahun 2021 menemukan, 65 persen generasi Z bermain media sosial adalah untuk mencari konten yang menghibur.

Melihat karakter mereka, tentu generasi Z bisa mengubah wajah pendidikan dunia. Menurut penemuan dari perusahaan konsultan EY, 54 persen generasi Z mengatakan bahwa pendidikan yang mereka tempuh telah menyiapkan masa depan generasi Z.

Namun, generasi Z juga punya tuntutannya sendiri mengenai cara pendidikannya.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com