Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Belajar dari Keberhasilan Swiss Membangun Pendidikan Vokasi

Kompas.com - 15/10/2021, 17:12 WIB
Yohanes Enggar Harususilo

Penulis

KOMPAS.com - Dirjen Pendidikan Vokasi Kemendibud Ristek Wikan Sakarinto menegaskan institusi pendidikan tidak boleh hanya fokus pada kemampuan teknis atau hard skill. Institusi pendidikan vokasi juga harus memberikan perhatian pada soft skill dan karakter.

Wikan juga mengingatkan institusi pendidikan vokasi harus bisa menghasilkan insan vokasi yang memiliki karakter kuat, soft skill kuat, dan hard skill yang kuat.

Hal ini kembali ditegaskan Dirjen Vokasi dalam seminar "Stadium Generale – Chapter 1: Switzerland" bertajuk "Strengthening International Partnership of Indonesia Vocational Higher Education" yang digelas pada Selasa (12/10/2021).

Seminar ini diselenggarakan Direktorat Kemitraan dan Penyelarasan Dunia Usaha dan Dunia Industri (Mitras DUDI) Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi.

“Ini konsep yang harus kita tanamkan. Soft skill dan hard skill harus dimiliki insan vokasi secara seimbang. Kompetensi diciptakan oleh karakter, soft skill, dan hard skill,” ujar Wikan.

Ia melanjutkan, dunia vokasi Indonesia akan menghadapi banyak tantangan di masa depan, terutama dalam kaitannya dengan industri. Oleh karena itu, Wikan meyakini kerja sama internasional menjadi aspek  penting dalam menjawab tantangan-tantangan tersebut.

“Usaha mengimplementasikan link and match antara pendidikan dengan industri harus dimulai dari membangun intregritas, komitmen, kepercayaan, dan apa manfaat untuk industri," pesan Wikan.

 

Belajar dari pendidikan vokasi Swiss

Presiden EURO-PRO (European Association of Higher Education Professionals) Urs Keller  dalam pemaparannya menyampaikan kesuksesan sistem pendidikan vokasi Swiss tercipta berkat kerja sama baik antara institusi pendidikan, pemerintah pusat dan daerah, serta asosiasi industri.

Baca juga: Mendikbud Ristek Berupaya Lulusan Vokasi Cepat Diserap Industri

 

Angka pengangguran lulusan perguruan tinggi vokasi bahkan menjadi yang terendah dibandingkan lulusan sekolah lain di Swiss, termasuk universitas, yaitu 45 persen. Itu artinya lulusan vokasi di Swiss sangat mudah terserap oleh industri.

“Insan vokasi kami juga jadi yang paling diminta dan paling memenuhi persyaratan dunia industri. Mereka bahkan mendapatkan gaji yang serupa dengan orang-orang akademik, tapi mereka justru paling banyak dilibatkan dalam proyek-proyek di industri,” tutur Keller.

Urs Keller mengatakan satu dari sekian cara memperkuat kerja sama antara perguruan tinggi vokasi dengan industri adalah pengembangan sumber daya manusia. Perguruan tinggi vokasi harus mampu berorientasi pada industri.

Artinya, mahasiswa vokasi tidak hanya belajar teori di kelas, tapi juga perlu belajar praktik di perusahaan.

Penyerapan industri juga berarti menjadi saran pengembangan SDM vokasi karena mereka langsung terjun menyentuh peralatan dan teknologi yang digunakan industri.

Urs Keller mencontohkan beberapa proyek industri perusahaan-perusahaan di Swiss yang melibatkan siswa sekolah vokasi dan dampaknya. Contoh proyeknya adalah pembangkit listrik di Pegunungan Alpen dan Kuala Langat, Malaysia oleh Alstom Switzerland AG.

Di sini siswa vokasi yang terlibat memiliki kompetensi pengembangan perencanaan proyek sistem dan pelayanan teknologi energi, uji laboratorium dan lapangan, komisioning, serta jasa pelayanan, penjualan, dan pembelian produk-produk elektronik.

 

Kualitas mahasiswa juga akan sangat dipengaruhi tenaga pengajar, yaitu dosen. Menurut Keller dosen-dosen vokasi harus memiliki pengalaman praktik di industri sesuai dengan mata perkuliahan yang mereka ampu.

“Dosen harus memiliki pengalaman bertahun-tahun di ranah yang mereka ajarkan. Manajemen perguruan tinggi vokasi dan dosen harus berbicara bahasa industri dan memahaminya,” ujar Keller.

Keller mengatakan perguruan tinggi vokasi dan industri akan saling mendapatkan manfaat dari memberikan kesempatan magang kepada dosen atau mahasiswa vokasi. Dari pihak perguruan tinggi, mahasiswa mereka akan mudah terserap oleh industri dan dosen bisa mendapatkan pengalaman untuk mereka ajarkan.

“Sedangkan bagi perusahaan, mereka akan mendapatkan tenaga kerja yang memenuhi kualifikasi praktis yang tinggi. Mereka juga akan lebih mudah dalam melakukan perekrutan karyawan. Secara bisnis, memperkerjakan tenaga kerja berkualitas akan membantu mereka mencapai profit yang luar biasa,” kata Keller.

Baca juga: Dirjen Vokasi: Humas Jadi Kunci Keterlibatan Industri di Vokasi

Swiss termasuk negara yang memiliki pendidikan vokasi yang terbaik di dunia. Kementerian, pemerintah daerah, asosiasi, dan penyelenggara pendidikan terlibat penuh dalam menghubungkan pendidikan dengan industri.

Beberapa hal yang membuat pendidikan vokasi di Swiss sukses dan menjadi referensi negara-negara besar seperti Amerika Serikat adalah sistem pendidikan yang diorientasikan kepada tenaga profesional praktis, dukungan kuat dari perusahaan, serta tidak terlalu mementingkan gelar.

“Di Swiss perusahaan-perusahaan akan lebih mencari sumber daya manusia yang bisa menjalankan fungsi yang dibutuhkan dan memikirkan bagaimana cara mereka untuk menunjukkan performanya. Performa dinilai sangat penting di negara kami,” pungkas Keller.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com