KOMPAS.com - Ada kata-kata baru yang sangat populer didengar selama dua dekade terakhir. Sebut saja: globalisasi, tsunami, 9/11, media sosial, teknologi, milenial, dan lain-lain merupakan kata-kata yang sudah tidak asing bagi kita saat ini.
Kata-kata tersebut tercipta bukan tanpa alasan. Selain adanya kejadian-kejadian yang memengaruhi dunia, kata-kata tersebut juga berkembang sejalan dengan perubahan yang dialami pada semua tataran kehidupan.
Perubahan adalah satu-satunya hal yang pasti. Maka dari itu, belajar untuk menjadi lincah dan cepat beradaptasi adalah sesuatu yang sangat penting untuk bertahan hidup.
Artikel perdana dari tiga bagian persembahan Growth Center ini akan memandu kamu untuk menyelami lebih jauh apa yang dimaksud dengan kelincahan belajar.
Memulai pelajaran mengenai learning agility, mari kita lihat bagaimana pelaku bisnis meninjau perubahan tersebut. Menurut 23rd Annual Global CEO Survey yang dikeluarkan oleh Pricewaterhouse Coopers pada 2020, yang pertama kali dilihat oleh para pelaku bisnis dalam melihat perkembangan adalah optimisme bisnis yang berubah.
Optimisme itu dapat dengan cepat berubah menjadi pesimisme karena lingkungan dalam bisnis mengenal VUCA (volatile, uncertain, complex, and ambiguous). Lingkungan bisnis turut berubah terus-menerus, tidak dapat diprediksi, dan tidak mudah.
Perubahan tersebut dapat berupa banyaknya CEO di usia muda hingga masa hidup suatu perusahaan yang naik turun.
Apabila suatu perusahaan tidak cakap, cepat, dan tangkas untuk merespon adanya perubahan, sangat memungkinkan perusahaan tersebut mengalami kemunduran.
Dengan demikian, agar dapat mempertahankan hidup sebuah organisasi, kelincahan dan kemampuan untuk memaksimalkan seluruh aspek dalam organisasi dengan baik adalah hal yang tidak dapat ditawar.
Baca juga: Growth Mindset dan Hubungannya dalam Mengembangkan Karier
Di satu sisi, organisasi harus memastikan bahwa mereka efisien, cerdas, dan memiliki pemahaman akan proses bisnis yang baik. Tetapi di sisi lain, mereka tidak boleh lupa akan inovasi untuk menyesuaikan diri.
Adanya pembaharuan mengikuti perkembangan zaman adalah kunci agar tetap relevan di era modern dan dapat bertahan hingga masa berikutnya.
Tahukah kamu talenta seperti apa yang dibutuhkan untuk menghadapi masa perubahan cepat ini? T-shaped talent adalah kombinasi paling tepat bagi kita.
Apa itu T-shaped talent? Seperti bentuk huruf ‘T’ yang memiliki garis lurus secara horizontal maupun vertikal, huruf ‘T’ memiliki makna di mana kita memiliki satu keahlian, namun secara adaptif dan fleksibel mampu memahami hal-hal yang berkaitan.
Tidak seperti bentuk huruf “I” yang bermakna hanya menguasai satu keahlian saja. Bukan juga seorang generalis yang mengetahui banyak hal namun tidak ahli dalam bidang apapun.
Orang dengan bakat T-shaped adalah orang yang paling dibutuhkan untuk menjadi pemimpin karena potensi mereka untuk menyeimbangkan reliabilitas dengan adaptabilitas.
Selain menyiapkan pemimpin yang memiliki T-shaped talent, para CEO dipusingkan dengan pencarian orang-orang yang memiliki berbagai kemampuan.
Bagi mereka, orang yang mahir dalam berbagai macam kompetensi dianggap sebagai kunci untuk dapat memimpin agar perusahaan tetap hidup tidak hanya sepuluh atau dua puluh tahun, namun terus berkelanjutan.
Masih dalam survei yang sama, di Asia Pasifik, ketersediaan orang-orang bertalenta menduduki peringkat tiga dari sepuluh ketakutan CEO.
Artinya, para CEO tentu saja memikirkan bagaimana mendapatkan sumber daya manusia yang mumpuni agar dapat dikembangkan untuk menjadi pemimpin. Apakah tersedia orang yang seperti itu?