KOMPAS.com - Di kota-kota besar, biasa ditemukan hiasan berupa mural di sepanjang jalan. Mural adalah menggambar atau melukis di atas media dinding, tembok atau media luas lainnya yang bersifat permanen.
Seniman bisa bebas berekspresi melalui media mural.
Tak hanya menjadi media untuk berkesenian, mural juga bisa menjadi sarana menyampaikan suatu pesan atau kritik sosial.
Isi mural bisa berupa sosialisasi mengenai suatu informasi, imbauan atau ada juga mural berisi kritikan bagi pemerintah.
Mural berisi kritikan bagi pemerintah pun mendapat tanggapan beragam.
Maraknya kritik sosial yang disampaikan melalui media mural memicu upaya penghapusan mural yang marak muncul pada Agustus lalu.
Baca juga: Prospek Kerja Lulusan Sastra Inggris dan Pilihan Kampusnya
Menanggapi hal tersebut, Ketua Program Studi Pengkajian Seni pertunjukan dan Seni Rupa, Sekolah Pascasarjana (SPs) Universitas Gadjah Mada (UGM) memberikan pendapatnya.
Menurut Budi Irawanto, mural merupakan seni jalanan yang bersifat visual. Saat ini tidak sedikit seni jalanan ini berisi kritik sosial dan politik tidak hanya terjadi di Indonesia, namun hampir di banyak negara.
Namun, Budi tidak sepakat apabila penghapusan mural dengan menggunakan isu vandalisme atau dianggap mengganggu keindahan kota.
"Mural sebagai bagian dari seni jalanan sangat dekat dengan kritik sosial dan politik, tapi tidak semua mural bermuatan politik," urai Budi seperti dikutip dari laman UGM, Minggu (3/10/2021).
Baca juga: Mahasiswa ITS Kenalkan UV-C untuk Desinfeksi dan Sterilisasi Virus
Tulis komentarmu dengan tagar #JernihBerkomentar dan menangkan e-voucher untuk 90 pemenang!
Syarat & KetentuanPeriksa kembali dan lengkapi data dirimu.
Data dirimu akan digunakan untuk verifikasi akun ketika kamu membutuhkan bantuan atau ketika ditemukan aktivitas tidak biasa pada akunmu.
Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.