Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Taufan Teguh Akbari
Dosen

Pengamat dan praktisi kepemudaan, komunikasi, kepemimpinan & komunitas. Saat ini mengemban amanah sebagai Wakil Rektor 3 IKB LSPR, Head of LSPR Leadership Centre, Chairman Millennial Berdaya Nusantara Foundation (Rumah Millennials), Pengurus Pusat Indonesia Forum & Konsultan SSS Communications.

Leaducation dan Budaya Inovasi

Kompas.com - 23/09/2021, 21:02 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

Pada riset Boston Consulting Group tahun 2020, hanya 45 persen organisasi yang berkomitmen terhadap inovasi. Komitmen mereka pun membuahkan hasil dimana hampir 60 persen melaporkan peningkatan penjualan dalam produk dan jasa.

Riset ini bisa menjadi justifikasi bahwa inovasi menjadi sebuah keharusan yang dapat membuahkan hasil terutama dari segi penjualan. Selain itu, Melouki (2015) menyatakan bahwa pemimpin dan inovasi berhubungan dekat.

Setiap pemimpin selalu memiliki fokus untuk meningkatkan kualitas hidup dan memperbaiki keadaan saat ini, sehingga pemimpin termasuk inovator. Oleh karena itu, selain komitmen, juga butuh visi yang jelas.

Kita bisa belajar dari banyak tokoh-tokoh saat ini yang berani berinovasi. Misalnya, Elon Musk, sosok penting dalam urusan technopreneurship. Visinya adalah bagaimana umat manusia bisa mencapai dan bahkan mengkolonisasi planet Mars.

Oleh karena itu, dia pun berkomitmen untuk mengembangkan kendaraan yang bisa membawa umat manusia ke Mars. Namun, SpaceX mengalami tiga kegagalan ketika menguji coba roket mereka dimana kegagalan ketiganya terjadi pada Maret 2021. Tetapi, dia tidak menyerah dan terus mencari tahu apa yang salah dengan roketnya.

Determinasi, visi, kecerdasan emosional, dan terutama paradigma life-long learning menjadi karakter penting bagi Leaducator. Inovasi membutuhkan kesabaran dan sering kali kita akan menemui kegagalan.

Jika pemimpin langsung menyerah pada percobaan pertama, dia tidak akan mampu untuk mendidik anggotanya dalam memandang positif setiap kesalahan yang dilakukan. Sikap mudah menyerah akan menyebar ke para anggotanya seperti virus.

Oleh karena itu, pemimpin harus walk the talk. Leaducator harus memberi contoh sikap yang dibutuhkan dalam membangun budaya yang dibutuhkan.

Sikap mereka itulah nantinya yang menjadi cerminan bagaimama budaya dan kebijakan organisasi dikembangkan. Pada intinya, semua bermuara dari Leaducator.

Ada riset menarik dari Koziol-Nadolna (2020) tentang peran pemimpin dalam menstimulasi inovasi di organisasi.

Dia menyebutkan ada beberapa peran yang bisa dilakukan untuk meningkatkan inovasi: memberikan reward bagi anggota yang inovatif, mengkomunikasikan harapan dengan jelas kepada anggota, membuka diri terhadap ide baru dalam melakukan sesuatu, enabler dalam mengembangkan kerjasama tim, penyebar perilaku inovatif, dan terakhir menjadi contoh bagi anggotanya.

Di Indonesia, budaya inovasi saat ini terus mengalami perkembangan, terutama di ranah perguruan tinggi.

Pada Desember 2020 lalu, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan membuat sebuah platform yang dinamakan Kedaireka. Kedaireka ini sebagai respon terhadap perkembangan zaman ini.

Kedaireka berusaha mempertemukan beragam entitas mulai dari sektor publik hingga privat dan menjembatani inovasi yang dilakukan ilmuwan agar bisa dikombinasikan dengan kebutuhan masyarakat.

Kedaireka mengedepankan kolaborasi antar berbagai pihak agar bisa menghasikan inovasi yang berdampak luas bagi masyarakat banyak. Tujuan akhirnya adalah perguruan tinggi menjadi pencetak inovator dan ilmuwan yang mampu membuat penemuan yang berdaya guna.

Pada intinya, Leaducator yang harus memulai. Mereka yang menjadi awal sekaligus akhir bagi budaya inovasi yang berkembang. Leaducator berperan dalam mendidik dan meningkatkan kapasitas anggotanya, memperbaiki sikap dan budaya dalam organisasi.

Terlebih, budaya inovasi jadi wadah yang baik untuk belajar dan berkembang, baik itu untuk para anggota maupun pemimpinnya itu sendiri.

Sekarang adalah saat yang tepat untuk memprioritaskan kembali kebijakan inovasi. Bahkan, jika ini bukan saat yang tepat, Leaducator lah yang harus menciptakan momen itu. Lampu tidak akan bisa diciptakan jika Edison tidak berusaha keras mencari jalan terbaik.

Bill Gates tidak mampu menciptakan Microsoft jika dia tidak menciptakan momentum yang menguntungkannya.

Jack Ma tidak akan bisa seperti sekarang jika dia tidak membuat momentum untuk dirinya sendiri. Steve Jobs mungkin tidak menciptakan Apple dan NeXT Inc. jika dia hanya menunggu momentum itu datang.

Oleh karena itu, mari kita melakukan aksi nyata agar momentum itu tercipta.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com