Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Hasanuddin Wahid
Sekjen PKB

Sekjen Partai Kebangkitan Bangsa (PKB). Anggota Komisi X DPR-RI.

Kemerdekaan dan Pendidikan Kita

Kompas.com - 30/08/2021, 15:00 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

KITA baru saja merayakan hari ulang tahun (HUT) kemerdekaan yang ke-76. Selama lebih dari tujuh dekade, kita melakukan berbagai kegiatan untuk mengangkat harkat dan martabat bangsa yang sebelumnya tergerus oleh para penjajah.

Pertanyaannya sekarang, sudah sejauh mana pencapaian kita dalam bidang pendidikan?

Apakah kita sudah mendekati tujuan pendidikan sebagaimana dirumuskan dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945, mencerdaskan seluruh anak bangsa?

Apakah setelah 76 kita hidup dalam alam kemerdekaan, bidang pendidikan kita juga benar-benar sudah merdeka?

Pencapaian kita

Harus diakui bahwa kita telah berjuang membangun dunia pendidikan kita, sehingga kita pun meraih banyak kemajuan dan mengalami kemerdekaan yang sesungguhnya.

Misalnya, dalam hal infrastruktur pendidikan, pada akhir 1949 negara kita memiliki 24.775 sekolah rendah dan menengah serta sejumlah kecil sekolah tinggi dan akademi serta universitas di beberapa kota seperti Jakarta, Klaten, Solo dan Yogyakarta. Hingga 1960, kita telah memiliki 181 buah perguruan tinggi.

Setelah tujuh dekade, jumlah sekolah dan perguruan tinggi kita telah bertambah pesat. Data statistik terakhir, (2018), jumlah sekolah dari jenjang SD sampai Sekolah Lanjutan Atas (SLTA), termasuk Sekolah Luar Biasa (SLB) di Indonesia mencapai 307.655 sekolah, terdiri atas 169.378 sekolah negeri dan 138.277 sekolah swasta, Kini, kita memiliki 2.694 perguruan tinggi.

Angka Partisipasi Sekolah (APS) pada semua jenjang usia muda pun terus meningkat. Pada 1994, APS anak 7-12 tahun sebesar 94,06 persen, anak usia 13-15 tahun 72,39 persen, usia 16-18 tahun 45,31 persen dan 19-24 tahun 12,80 persen.

Pada 2020, APS anak 7-12 tahun sebesar 99,21 persen, anak usia 13-15 tahun 95,21 persen, usia 16-18 tahun 71,44 persen dan 19-24 tahun, 22,53 persen.

Hingga awal dekade 2000-an, alat pembelajaran yang luas dipakai adalah papan tulis hitam, kapur, dan penggaris kayu dan buku tulis. Sekarang sudah Sebagian besar siswa telah menggunakan komputer dan proyektor digital.

Dalam hal kurikulum, selama 70 tahun ini, telah terjadi 10 kali pergantian kurikulum, dengan muatan, metode pendekatan dan kualitas yang terus disesuaikan dengan keadaan zaman.

Kurikulum Rentjana Pelajaran 1947, misalnya, berorientasi politik dengan mengganti sistem pendidikan Belanda, menjadi pendidikan asli buatan Indonesia. Melalui kurikulum inilah pertama kali Pancasila menjadi landasan dasar pendidikan di Indonesia.

Kemudian, Kurikulum Pendidikan 1975 menekankan Prosedur Pengembangan Sistem Instruksional (PSSI) atau pendidikan satuan pelajaran. Kurikulum Pendidikan 1984, berorientasi pada keahlian dengan metode pembelajaran yang disebut Cara Belajar Siswa Aktif (CBSA).

Pada 2006 diberlakukan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) yang memberikan peluang kepada tenaga pendidik untuk mengembangkan rencana pembelajaran secara mandiri dengan penyesuaian pada kondisi daerah tempat sekolah berada.

Terakhir, Kurikulum 2013 yang memiliki aspek-aspek yang menjadi pokok penilaian meliputi aspek sikap dan perilaku, aspek pengetahuan, dan aspek keterampilan.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com