Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Pakar UGM: Mural sebagai Media Kritik Sosial Hadapi Tantangan

Kompas.com - 28/08/2021, 10:17 WIB
Dian Ihsan

Penulis

KOMPAS.com - Mural bergambar mirip Presiden Joko Widodo yang disertai tulisan "404: Not Found" viral di media sosial.

Aparat langsung menghapus dan mencari seniman pembuatnya karena dianggap melecehkan lambang negara.

Baca juga: Pakar Unair: Mural Jadi Media Pesan dan Kritik ke Penguasa

Menanggapi hal itu Dosen Departemen Ilmu Komunikasi Fisipol UGM sekaligus Pemerhati Seni Visual, Irham Nur Anshari menyampaikan tanggapannya.

Menurut dia, dalam menyikapi persoalan mural yang sedang banyak viral saat ini hendaknya perlu dipahami kembali apa sebenarnya yang menjadi permasalahan utamanya.

Sebab, pada kondisi tersebut seringkali dikaitkan dengan dua hal yakni pelecehan simbol negara dan perusakan fasilitas umum.

"Kalau problem perusakan fasilitas umum sedikit lucu, karena yang dihapus mural yang dianggap sebagai gambar Presiden Jokowi, sedangkan mural lain disampingnya tidak dibersihkan. Ditambah lagi desainer kaos imaji mural juga ikut didatangi aparat untuk minta maaf," kata dia melansir laman UGM, Sabtu (28/8/2021).

Artinya, kata dia, poin utama dari persoalan ini adalah bagaimana adanya anggapan mural/gambar/desain tersebut dianggap melecehkan simbol negara.

Namun begitu, apakah gambar tersebut adalah Jokowi atau hanya mirip atau tafsir-tafsir yang berkembang yang justru perlu dipermasalahkan.

Seperti diketahui beberapa ahli gambar mencoba menafsirkan mural tidak sampai 50 persen memiliki kemiripan dengan Jokowi.

Baca juga: Mau Berhasil Diet? Ini Aturan Pola Makan Benar ala Pakar UGM

Meski dalam praktiknya dapat dengan secara sederhana menafsirkan gambar dari gaya rambut dan dagu, tetapi hal itu tidak cukup menjadi alasan untuk menentukan mural tersebut sebagai upaya pelecehan presiden.

"Tidak bisa dianggap sebagai bentuk pelecehan terhadap presiden karena itu bukan foto asli, tapi hanya gambar," kata dia.

Irham mengatakan, dalam kasus ini menunjukkan poin penting dari seni.

Bagaimana seniman dapat menyampaikan kritik secara kreatif dan tersampaikan tanpa bisa diadili secara mutlak.

Pasalnya, ada hanya berupa gambar, bukan foto atau video bahkan tidak ada nama yang menyebut gambar itu adalah presiden.

Lanjut Irham mengatakan, dari kasus ini dapat dilihat mural sebagai media menyampaikan aspirasi atau kritik menghadapi tantangan.

Di era demokrasi saat ini justru patut dipertanyakan masih adanya pihak-pihak yang merasa gerah terhadap kritik sosial yang disampaikan melalui mural.

"Sebab, tanpa ada konflik jangan-jangan ada sebuah kondisi mapan yang sebenarnya ada hirarki dominan di situ. Bentuk kritik atau aspirasi apapun hendaknya didengar dan dicari tahu," jelas dia.

Baca juga: UGM Luluskan 2.846 Mahasiswa

Dia menjelaskan penggunaan mural sebagai media penyampaian aspirasi bisa dikarenakan tidak berjalannya sistem penyampai aspirasi formal di pemerintah dengan baik.

Sistem yang tidak lagi mampu menampung aspirasi masyarakat menjadikan sebagian masyarakat mencari media lain untuk menyuarakan pendapatnya dengan cara mengekspos ke publik baik lewat media online maupun offline termasuk mural.

"Kalau via online tidak cukup maka offline juga dilakukan seperti dengan poster dan mural, ini bentuk demokrasi. Tantangan bagaiamana pemerintah bisa mendengar aspirasi dan kritik ini tanpa dengan mudah labelnya dengan oposisi dan sebagainya," tuturnya.

Mural viral di media digital

Lalu apakah penggunaan mural untuk menyampaikan aspirasi bisa dianggap efektif?

Irham menyebutkan di era PPKM saat ini di mana masyarakat tidak banyak melakukan mobilitas, penggunaan mural dinilai tidak terlalu efektif untuk menyuarakan pendapat.

Terlebih banyak mural yang digambar di titik-titik yang tidak terjangkau oleh publik seperti di gambar di bawah jembatan.

Kendati begitu, Irham menyebutkan yang menjadi menarik di era internet saat ini mural di foto dan disebarluaskan melalui berbagai platform digital.

Dengan begitu aspirasi maupun kritik sosial dapat tersampaikan secara luas saat terdistribusikan secara online.

Baca juga: Yuda Disastra, Mahasiswa Peraih IPK Tertinggi di UGM

"Yang menarik, sebelum mural dihapus sudah ada beberapa orang yang mengambil fotonya dan justru foto asli ini sangat viral. Foto yang tersebar ini menarik minat banyak orang yang belum sempat melihat jadi melihat karena beritanya viral mural itu dihapus. Kritik pun menjadi berlipat ganda, mati 1 tumbuh 1.000," tukasnya.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com