Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Hasil Riset UGM-UNS: Pemberian Antibiotik Tanpa Resep Perlu Diawasi

Kompas.com - 11/08/2021, 06:30 WIB
Mahar Prastiwi,
Dian Ihsan

Tim Redaksi

Disebabkan banyak faktor

Hasil penelitian ini baru saja dipublikasikan BMJ Global Health, Luh Putu Lila Wulandari, research fellow di Kirby Institute mengatakan, komponen kualitatif dari penelitian ini membantu menjelaskan beberapa alasan mengapa apotek dan toko obat swasta menjual antibiotik tanpa resep.

Salah satu alasan yang muncul adalah adanya tekanan dari pelanggan.

"Banyak yang merasa ditekan oleh pelanggan," kata dia.

Baca juga: Anak Usaha Sido Muncul Buka Lowongan Kerja Lulusan SMA/SMK, D3, dan S1

Luh Putu menunjukkan adanya kompleksitas dari persoalan praktik pemberian antibiotik tanpa resep.

Meskipun ada motivasi untuk mencari keuntungan, tetapi pemberian obat-obatan tanpa resep ini dianggap sebagai norma. Dengan begitu kedepan perlu adanya perubahan peraturan dan budaya seputar pemberian antibiotik.

Pandemi Covid-19 memperumit kondisi

Salah satu peneliti utama PINTAR dari UNS Prof. Probandari menambahkan, di Indonesia ada cukup banyak tekanan terhadap sistem kesehatan.

Situasi menjadi bertambah rumit karena pandemi Covid-19 saat ini. Oleh sebab itu, pemberian antibiotik yang selama ini tidak diatur dengan baik perlu segera ditangani.

"Adanya Covid-19 telah memperberat masalah penjualan antibiotik secara bebas. Semakin banyak orang yang sakit atau takut menjadi sakit, serta mencoba mencari saran medis dan obat-obatan seperti antibiotik di mana pun," tegas Probandari.

Baca juga: Tanpa Tes, Telkom University Buka Jalur Undangan Seleksi Mitra

Menurutnya, perlu ada pendekatan dari berbagai aspek menghadapai persoalan pemberian antibiotik tanpa resep ini.

Banyak hal yang perlu dipertimbangkan mulai dari kebutuhan untuk memaksimalkan keuntungan apotek dan toko obat swasta.

Hingga tingginya permintaan antibiotik dari pelanggan, dan dorongan dari pemilik untuk bersaing dengan toko lain.

"Kabar baiknya adalah bahwa Kementerian Kesehatan Indonesia menjadikan hal ini sebagai prioritas dan mengalokasikan sumber daya untuk menemukan solusi," tutur Probandari.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com