Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Unik, Mahasiswa Unair Ciptakan Masker Antivirus dari Limbah Udang

Kompas.com - 22/07/2021, 06:53 WIB
Mahar Prastiwi,
Dian Ihsan

Tim Redaksi

KOMPAS.com - Dalam kondisi pandemi Covid-19, penggunaan masker sangat dianjurkan untuk mencegah penularannya.

Bahkan dengan adanya Covid-19 varian Delta, masyarakat dianjurkan untuk menggunakan dobel masker.

Melihat kebutuhan masyarakat terhadap masker ini, lima mahasiswa Universitas Airlangga (Unair) menghadirkan inovasi Chitomask.

Chitomask ini merupakan produk masker kain filter antibakteri dan antivirus yang ramah lingkungan dari limbah kulit udang.

Baca juga: Hanya Ada 1 di Indonesia, Yuk Kenali Prodi Kedokteran Penerbangan UI

Ciptakan inovasi Chitomask

Kelima mahasiswa itu adalah Reza Istiqomatul Hidayah mahasiswa Fakultas Perikanan dan Kelautan, Muhammad Rizky Widodo dan Salsabila Farah Rafidah mahasiswa Fakultas Kesehatan Masyarakat. Serta Ardelia Bertha Prastika mahasiswa Fakultas Kedokteran dan Firman Hidayat mahasiswa Fakultas Sains dan Teknologi.

Dilansir dari laman Unair, Rabu (21/7/2021), inovasi dari kelima mahasiswa ini lolos dalam Program Kreativitas Mahasiswa bidang Kewirausahaan (PKM-K) dan mendapatkan pendanaan dari Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi (Ditjen Dikti Kemendikbud Ristek) tahun 2021.

Sebelum mendapat pendanaan ini, mereka sudah sering menjuarai ajang kompetisi hingga pernah meraih medali silver pada skala internasional.

Baca juga: Undip Buka Jalur Ujian Mandiri S1 Kemitraan, Simak Syaratnya

Bisa memberikan proteksi lebih

Para mahasiswa ini membuat inovasi Chitomask juga lantaran varian Covid-19 lebih menular sehingga diperlukan proteksi lebih.

Chitomask bisa memberikan proteksi tambahan dengan filternya yang memiliki kemampuan antivirus dan antibakteri.

Terutama komposisi bahannya yang biodegradable atau mudah terurai secara alami sehingga bisa meminimalkan limbah masker saat pandemi Covid-19. Meski berasal dari limbah udang, model Chitomask tetap dibikin trendy.

Baca juga: Epidemiolog UGM Ungkap Herd Immunity di Indonesia Sulit Terbentuk

CEO Chitomask Ardelia Bertha Prastika mengatakan, produknya bisa terurai dalam kurun waktu yang pendek.

"Chitomask ini tidak merusak lingkungan, untuk terurainya pun paling lama satu bulan," ucapnya.

Dalam prosesnya, Ardelia mengaku tahap pra-produksi dan produksi membutuhkan waktu lima hari.

"Sebelum PKM kami didanai, kami sudah meneliti kain apa yang compatible untuk filter. Jadi prosesnya kitosan (limbah kulit udang) dibuat gel terlebih dahulu hingga menunjukkan warna bening dan konsentratnya mengental," ungkap dia.

Baca juga: Siswa, Lakukan 3 Hal Ini Jika Terjadi Gempa Bumi

Keunggulan Chitomask

Tim Chitomask menyebut beberapa keunggulan kitosan, antara lain senyawanya tidak beracun, tidak mengandung protein pemicu alergi, sebagai bahan alami yang biokompatibilitas, bioaktivitas dan keamanan biologis yang tinggi.

"Kami juga mendukung beberapa ketercapaian SDGs, salah satunya SDGs ke-14 mengenai life below water yang mencegah segala bentuk polusi kelautan," imbuhnya.

Menurut Ardelia, dampak kesehatan dan lingkungan harus secara simultan ditangani bersama. Artinya tidak dianggap satu lebih penting daripada yang lain. Dia berharap, kedepannya masyarakat bisa bijak dalam bersikap.

"Harus diingat kita hidup berdampingan dengan lingkungan. Pandemi Covid-19 bisa saja selesai, tetapi jangan sampai lingkungan menimbulkan persoalan baru,” pungkas Ardelia.

Baca juga: Undip Peringkat 3 Nasional di QS Graduate Employability Rankings 2020

Produk dengan tagline #LindungiKamudanBumimu memiliki kisaran harga mulai Rp 15.000 hingga Rp 32.000. 

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com