Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Pakar Unair Jelaskan "Toxic Productivity", Pemicu Stres Selama WFH

Kompas.com - 16/07/2021, 09:58 WIB
Ayunda Pininta Kasih

Penulis

KOMPAS.com - Bekerja dari rumah selama pandemi Covid-19 memang menghadirkan peluang sekaligus tantangan. Peluang karena memiliki lebih banyak waktu untuk bekerja dan tantangan untuk mengelola waktu agar produktif.

Tantangan inilah yang kerap membuat pekerja berusaha untuk selalu produktif sepanjang waktu guna mencapai target pekerjaan.

Mengingat, di tengah masa yang penuh dengan ketidakpastian, keinginan untuk melalukan yang terbaik kian besar. Akhirnya, secara tidak sadar terjebak dalam toxic productivity.

Pada webinar di platform kesehatan mental Fakultas Psikologi Universitas Airlangga (Unair), psikiater Erikavitri Yulianti mengatakan, meskipun dapat berkegiatan dari rumah, sering kali situasi menuntut seseorang untuk selalu produktif serta mampu mengatur waktu dengan baik.

Baca juga: Cerita Siswi SMK Ranking Ke-33 di Kelas yang Lolos Masuk UI

Akibatnya, lanjut dia, tidak sedikit orang yang tanpa sadar justru terjebak dalam toxic productivity.

“Toxic productivity merupakan suatu keinginan untuk selalu produktif setiap waktu dengan segala usaha dan cara serta tidak mau berhenti walaupun tugasnya telah selesai,” jelas Erikavitri seperti dirangkum dari laman Unair, Jumat (16/7/2021).

Kurangi stres selama WFH

Erikavitri menjelaskan, toxic productivity berpotensi menimbulkan suatu burnout sehingga relasi dengan orang lain akan terganggu.

Burnout sendiri merupakan istilah yang digunakan untuk menggambarkan kondisi stres berat yang dipicu oleh pekerjaan.

Konsultan bidang psikiatri itu menjelaskan, salah satu penyebab toxic productivity adalah rutinitas yang berubah selama masa pandemi Covid-19.

“Sebetulnya kita ini tidak nyaman. Kita takut dengan ketidakpastian pandemi Covid-19 sehingga melakukan suatu produktivitas yang toksik yang akan memberikan "rasa aman" terhadap diri kita untuk menutupi ketakutan kita,” tutur Erikavitri.

Baca juga: Pelatihan Bahasa Korea Gratis Korea Foundation 2022, Tunjangan Rp 12,6 Juta Per Bulan

Ia menyebut, beberapa ciri yang menandakan seseorang melakukan toxic productivity adalah sering merasa bersalah dan menuntut untuk harus melakukan lebih banyak pekerjaan padahal sudah tidak ada lagi yang perlu dikerjakan.

Selain itu, toxic priductivity juga dapat ditandai dengan kelelahan di pagi hari padahal sudah tidur dengan cukup dan tidak efisien dalam melakukan pekerjaan.

Dalam webinar itu, Erikavitri juga memberikan saran agar seseorang terhindar dari toxic productivity. Salah satunya adalah dengan melakukan pengaturan waktu yang baik dan memahami bioritme diri masing-masing.

“Ada orang yang aktif setelah tengah malam, ada juga orang yang aktif setelah jam 12 siang. Kita harus memahami diri kita sendiri karena tugas yang tidak produktif akan menghabiskan waktu,” jelasnya.

Baca juga: Peneliti IPB Temukan Minuman Penurun Gula Darah Berbasis Rempah

Selain itu, melakukan manajemen stres, menetapkan tolok ukur untuk mengevaluasi hasil pekerjaan, dan memberikan reward untuk diri sendiri juga mampu menghindarkan seseorang dari produktivitas yang toksik.

“Jangan lupa untuk tetap menerapkan skala prioritas, fokus melakukan kegiatan, serta tetap fleksibel,” pungkasnya.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Lengkapi Profil
Lengkapi Profil

Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.

Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com