Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Guru Besar IPB: Perceraian Keluarga di Indonesia, 50 Kasus Per Jam

Kompas.com - 04/07/2021, 11:26 WIB
Dian Ihsan

Penulis

KOMPAS.com - Guru Besar IPB, Prof. Euis Sunarti mengaku, tingkat perceraian keluarga di Indonesia tinggi.

Hal itu karena ragam masalah dan tantangan di setiap anggota keluarga.

Baca juga: Dosen IPB Sebut Pria Lebih Sering Kentut Dibanding Wanita

"Tingkat cerai tinggi sekitar 1.200 per hari atau 50 perceraian yang sah secara ketok palu per jam," ucap dia melansir laman IPB, Minggu (4/7/2021),

Dia menyatakan, keluarga Indonesia tumbuh dalam keragaman agama, suku bangsa, adat dan budaya, status sosial, dan Indeks Pembangunan Manusia (IPM).

Lalu ada status kesehatan (stunting), ragam zona ekologi (pesisir pantai, pegunungan, kehutanan, pertambangan) dan sebagainya.

Semua itu, bilang dia, jika tidak dikelola dengan baik, maka akan menjadi tantangan bagi pola nafkah yang bisa menyebabkan perceraian.

Terlebih lagi kondisi wilayah Indonesia yang rawan bencana serta adanya kemajuan teknologi informasi.

"Ini semua akan mendatangkan ancaman, peluang dan tantangan (semua anggota keluarga)," jelas perempuan yang juga menjadi Pakar Ketahanan Keluarga IPB.

Menurut dia, revolusi industri 4.0 memang mempunyai manfaat, tapi berdampak negatif juga terhadap kehidupan sosial. Khususnya, keluarga sebagai unit sosial terkecil.

Ketidaksiapan keluarga dalam menghadapi volatile, uncertainty, complexity, dan ambiguity (VUCA) akan melahirkan keluarga yang pecah atau saturated family (mengalami perceraian).

Baca juga: Rektor IPB Harap Kampus Masuk Peringkat 400 Terbaik Dunia

"Keluarga juga menghadapi perluasan kerentanan dan potensi krisis serta gangguan kualitas hidup," tegas dia.

Dia menyebut, keluarga pun menghadapi residu ancaman dan risiko dari teknologi informasi media sosial (medsos).

Di mana terdapat konten pornografi dan penyimpangan sosial dan seksual.

"Adiksi terhadap game dan pornografi yang bisa diakses bukan hanya orang dewasa saja tapi juga anak-anak, bisa memungkinkan mereka terjerat perilaku penyimpangan," tutur dia.

Selain itu, sambung dia, keluarga juga bisa terjerat perangkap teknologi digital dan media sosial yang telah mengkonsumsi waktu dan energi serta keseimbangan hidup mereka.

Maka dari itu, perlu adanya percepatan dalam edukasi, pemberdayaan, layanan, instrumen evaluasi berdasarkan online maupun digital.

"Sehingga arah pembangunan bisa memberikan daya dukung bagi keluarga agar dapat melaksanakan peran dan fungsinya yang beragam," ungkap dia.

Dia menambahkan, adanya Koalisi Nasional Pembangunan Keluarga (KNPK) Indonesia bisa membantu pemerintah dalam mempercepat pembangunan Indonesia.

Baca juga: Mendikbud Ristek Sebut 3 Keuntungan Bila Ikut Seleksi Guru PPPK

Lalu, KNPK juga bisa membantu menemukan terobosan program yang memiliki daya ungkit untuk meminimalisir kemunduran (tidak adanya perceraian keluarga), agar keluarga Indonesia menjadi pondasi peradaban bangsa dan benteng ketahanan nasional.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com