Saya beranggapan kondisi ini sudah darurat.
Selain asupan anak normal hanya 70 persen karena sisa 30 persen prevalensi stunting, jika tidak dibenahi, maka harapan memperoleh Generasi Emas, Bonus Demografi tahun 2045, dan PDB terbesar ke-4 dunia hanya impian kosong.
"Bonus Demografi" hanya akan menjadi "Malapetaka Demografi" karena keterampilan warga negara yang tidak produktif. Dan jika PDB sebesar 7,8 triliun USD dapat diperoleh maka lebih sepertiganya akan dipakai untuk membayar ongkos kebodohan ini (KPMG, UK 2015) dalam bentuk pelatihan dan persoalan sosial dan pengangguran.
Apakah kebijakan Merdeka Belajar mampu menjawab persoalan ini?
Jika "tren semakin bodoh" itu dapat menunggu selama sedikitnya 15 tahun, maka jawabannya adalah mampu.
Padahal, jutaan Guru Kelas SD/MI selain memerlukan kemerdekaan (nanti), mereka lebih memerlukan pelatihan intensif cara mengajar numerasi, membaca sesuai sifat mata pelajaran (mapel) itu dan bukti "neuroscience" bagaimana otak manusia belajar kedua mapel tersebut dan langsung dipraktekkan.
Alangkah senangnya jutaan guru Kelas SD/MI itu jika dilatih mengajarkan bilangan, pecahan, persen, pengukuran, geometri dan membaca data dengan cara bernalar, kontekstual, mendasar dan sederhana, sehingga semua konsepsi dasar numerasi mudah difahami.
Konsili Nasional untuk Guru Matematika di USA menyebut pendekatan dapat dilakukan dengan menggunakan: Kongkrit-Gambar-Abstrak.
Baca juga: Nilai PISA Siswa Indonesia Rendah, Nadiem Siapkan 5 Strategi Ini
Penulis berharap pemerintah melakukan "tobat nasional" karena selama 21 tahun melakukan pembiaran karena bersikap komplasen atas terjadinya "pembodohan masal".
Sesudah itu, melanjutkan langkah "tobat nasional", wajib mengeluarkan kebijakan yang super serius mengurusi jenjang SD/MI dengan menggunakan semua perangkat kelembagaan.
Jika Soekarno menggebrak dengan mengerahkan mahasiswa mengajar di desa, Soeharto membangun akses pendidikan dasar dengan SD Inpres dan keduanya mampu menaikan Indeks Pembangunan Manusia (IPM), selayaknya Jokowi meninggalkan "legacy" dengan menerbitkan Inpres SD/MI Tentang Mutu.
Ketika Inpres tersebut terbit, maka semua sektor akan gotong royong ikut menangani "darurat pendidikan" dengan memperbaiki sistem yang terus memperbodoh anak bangsa ini.
Saya yakin, jika proses dilakukan dengan benar, maka wajah keterampilan murid Indonesia dalam rentang 20 tahun berikutnya akan berubah, malapetaka demografi batal terjadi dan Indonesia akan tercatat di urutan ke-4 dalam liga Produk Domestik Bruto sedunia.
Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.
Tulis komentarmu dengan tagar #JernihBerkomentar dan menangkan e-voucher untuk 90 pemenang!
Syarat & KetentuanPeriksa kembali dan lengkapi data dirimu.
Data dirimu akan digunakan untuk verifikasi akun ketika kamu membutuhkan bantuan atau ketika ditemukan aktivitas tidak biasa pada akunmu.
Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.