Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

PPN Sembako, Ekonom Unair: Bisa Perluas Kemiskinan

Kompas.com - 21/06/2021, 13:00 WIB
Dian Ihsan

Penulis

KOMPAS.com - Baru-baru ini publik tengah ramai dengan adanya isu pemberlakuan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) terhadap kebutuhan pokok atau sembako.

Apabila rencana itu disahkan, bahan-bahan pokok seperti halnya beras, telur, daging, sayur-sayuran, dan semacamnya akan dikenai pajak dalam pembeliannya.

Baca juga: Polemik PPN Sembako, Ini Tanggapan Guru Besar UGM

Merespons hal itu, Ekonom Unair, Wasiaturrahma menilai pemerintah perlu menelaah secara matang sebelum memutuskan kebijakan PPN sembako.

Sebab, Indonesia sedang mengalami perlambatan ekonomi di masa pandemi Covid-19 dan tax ration mencapai 8 persen terhadap PDB.

"Jadi pengenaan PPN pada sembako sangat berhubungan dan bisa berdampak pada perut rakyat kecil," tegas dia melansir laman Unair, Senin (21/6/2021).

Dia juga menyebut, Indonesia perlu belajar dari prinsip beberapa negara maju yang menetapkan, bahwa makanan, kesehatan, dan pendidikan tidak boleh dikenakan PPN.

Hal itu dikarenakan menyangkut kebutuhan primer dalam kehidupan.

"Itu negara maju, apalagi kita negara berkembang yang income per-kapitanya sudah sangat merosot akibat pandemi. Sekarang ini, semua mengalami penurunan daya beli masyarakat. Jadi, kebijakan harus dipertimbangkan dengan baik," jelas dosen yang akrab disapa dengan nama Rahma.

Berdampak bagi masyarakat

Dia menekankan, pengenaan PPN pada sembako akan menyulitkan masyarakat bawah yang berpenghasilan tidak tetap atau tetap, tapi rendah.

Baca juga: Sekolah Dipajaki, Pemerintah Langgar Konstitusi

Menurut dia, daya beli masyarakat saat ini sudah rendah, apabila PPN pada sembako diterapkan, maka daya beli masyarakat bawah akan semakin anjlok.

"Silakan berlakukan kebijakan ini bagi kalangan atas, tapi tidak untuk kalangan masyarakat bawah, karena bisa semakin memperlebar disparitas kemiskinan di Indonesia," tuturnya.

Dia mengaku, kebijakan yang diambil pemerintah harus memiliki tujuan untuk kesejahteraan masyarakat. Hal itu merujuk kepada UUD 1945 Pasal 33.

Lanjut dosen kelahiran Sumenep ini menyebutkan, ada barang-barang lain yang seharusnya lebih bagus dikenakan PPN dibandingkan sembako.

"Barang mewah, seperti barang-barang impor dari luar negeri itu wajib hukumnya dikenakan PPN cukup tinggi. Hal itu selaras juga untuk mengurangi defisit neraca transaksi berjalan kita," terang dia.

Perlu manajemen komunikasi

Dia menerangkan, kebijakan PPN pada sembako juga perlu memperhatikan pentingnya manajemen komunikasi pada ruang publik.

Menurut dia, pemerintah harus menyosialisasikan dulu kebijakan-kebijakan yang akan diambil dengan pemaparan alasan yang jelas, sehingga tidak membingungkan masyarakat.

Kemudian, bilang dia, harus ada yang menjadi perpanjangan informasi pemerintah supaya tidak salah interpretasi.

Baca juga: Mendikbud Ristek Kaji Kembali Rencana PPN Sekolah

"Sebutkan apa untung dan ruginya (PPN sembako) agar masyarakat tahu dan bisa menerima dengan lapang bila kebijakan itu diterapkan," tukas dia.

 
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com