Fokus di akses pun masih lebih baik zaman tatap muka. Inilah "Fault" kedua.
Pemerintah yang diwakili Kemdikbud sudah melakukan "double foults" kesalahan ganda, yaitu fokus hanya ke akses di jenjang SD/MI pada periode sebelum pandemi dan di saat pendemi, padahal sebelum pandemi kinerja membaca (reading) Indonesia di angka 371 jauh dari rerata OECD 480-an disebut "functionally illiterate" dan akan turun sebanyak sekitar 30 poin di masa pandemi (WB 2020) sehingga saya menyebutnya "deepest functionally illiterate".
Baca juga: Mendikbud: Pancasila dan Bahasa Indonesia Tetap Jadi Kurikulum Wajib
Mengapa kesalahan ganda? Karena meski paham bahwa kondisi kinerja murid di jenjang SD/MI buruk, pemerintah tak juga melakukan gebrakan strategis dan berdampak besar seperti ketika Soeharto memutuskan menerbitkan "Inpres SD" guna menaikkan angka partisipasi sekolah.
Jika enggan menerbitkan regulasi yang akan menghela semua aktivitas, semestinya pemerintah paham bahwa guru kelas jenjang SD/MI wajib dilatih teknik menyampaikan mapel sains, membaca dan matematika dengan benar. Sesuai dengan sifat mapelnya.
Selama ini, yang dilakukan adalah upaya menguatkan pedagogi, menguatkan konten dan membangkitkan spirit menjadi pendidik merdeka.
Semua itu tidak salah, namun yang diperlukan guru kelas adalah bagaimana mengajarkan numerasi agar murid paham konsep dan pada akhirnya membentuk nalar, demikian pula sains dan membaca.
Inilah yang dalam berbagai literatur saya kutip sebagai Pedagogi Konten.
Melatih Pedagogi Konten bukan urusan mudah karena sifat mapel matematika jenjang SD/MI dan mapel Membaca tentu beda meski otak dan cara kerjanya mirip sehingga, cara mengajarkan numerasi (pedagogi numerasi) akan berbeda dengan membaca (pedagogi membaca).
Selain mapel IPS, Sejarah, Agama dan Seni Budaya. Karena sulitnya, mungkin, pemerintah mengambil jalan pintas dengan "hanya" melatih guru kelas membuat soal soal HOTS yang diharapkan memicu pembelajaran HOTS dan berakhir pada kenaikan kinerja sains, matematika dan membaca.
Jika diteruskan, inilah "Triple Foults" pemerintah Indonesia di bidang Pendidikan dan rasanya sudah terjadi, maka mohon maaf, saya hanya bisa mengatakan "hopeless" kepada kebijakan dan situasi dunia pendidikan saat ini.
Saya sudah tak napsu lagi ngobrol tentang kebijakan "Triple Foults" yang adalah "diskualifikasi" mengikuti Liga Era Tahun 2045, 100 Tahun Indonesia Merdeka yang tanpa Bonus Demografi.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.